JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA-- Kemenko Polhukam merekrut sejumlah pakar dan ahli hukum. Mereka ditugaskan dalam Tim Percepatan Reformasi Hukum.
Perekrutan itu berdasar Surat Keputusan Menko Polhukam Nomor 63 Tahun 2023. Tim itu bakal bekerja sampai 31 Desember tahun ini atau hanya 7 bulan. Adapun sejumlah pakar yang masuk dalam itu tidak sedikit publik figur. Di antaranya mantan pimpinan KPK Laode M. Syarif. Dia bertugas sebagai wakil ketua.
Selain itu, ada Harkristuti Harkrisnowo, Hariadi Kartodihardjo, Yunus Husein, dan Susi Dwi Harijanti. Masing-masing menjadi ketua kelompok kerja dalam tim itu. Mereka akan membawahkan anggota yang juga bukan orang sembarangan.
Di kelompok kerja reformasi lembaga peradilan dan penegakan hukum, ada nama Suparman Marzuki, Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, dan Barita Simanjuntak.
Kemudian, di kelompok kerja reformasi sektor agraria dan sumber daya alam ada Faisal Basri, Sandrayati Moniaga, dan Eros Djarot. Pada kelompok kerja pencegahan dan pemberantasan korupsi ada nama Adnan Topan Husodo, Dadang Trisasongko, serta Najwa Shihab.
Sementara itu, di kelompok kerja reformasi sektor peraturan perundang-undangan ada nama Bivitri Susanti, Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, dan Erasmus A.T. Napitupulu.
Meski tidak secara langsung menangani persoalan yang saat ini terjadi, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai Kemenko Polhukam telah memberikan kesempatan kepada masyarakat dari berbagai latar belakang untuk menyusun rancangan dan pola reformasi hukum.
Dia yakin kerja-kerja tim itu akan sangat bermanfaat. ’’Meski Pak Mahfud nantinya belum tentu atau tidak lagi di kekuasaan, tetap sudah ada konsepsi yang ditinggalkan yang menjadi warisannya,’’ terang Fickar. Menurut dia, warisan itu akan jadi sumbangsih pemikiran yang penting bagi reformasi hukum Indonesia di masa mendatang.
Fickar melanjutkan, tim yang ditunjuk Kemenko Polhukam sudah mewakili aspirasi masyarakat dari berbagai lapisan. Dia pun berani menyebut tim itu sebagai personifikasi dari ide dan ragam masyarakat.
Soal relevan atau tidaknya hasil kerja mereka untuk kebutuhan lima tahun ke depan, dia menyebut hal itu tergantung pemerintah berikutnya.
’’Karena pada dasarnya, konsepsi ini belum tentu cocok dengan rezim mendatang,’’ ujarnya. Karena itu, agar hasil kerja tidak mubazir, Tim Percepatan Reformasi Hukum harus ditempatkan sebagai sumbangsih pikiran.
Terpisah, Adrianus Eliasta Sembiring Meliala yang masuk dalam tim itu menyampaikan tiga hal yang harus diperhatikan pada reformasi lembaga peradilan dan penegakan hukum. Pertama, sistem peradilan. Kedua, elemen dalam sistem peradilan. Dan ketiga, isu dalam sistem tersebut.
Karena itu, meski baru bertemu dengan Menko Polhukam dan anggota tim lainnya pada 6 Juni mendatang, Adrianus menyampaikan bahwa waktunya yang singkat lebih baik dipakai untuk concern membenahi sistem peradilan dan penegakan hukum.
"Jadi, bagaimana membuat suatu perkara dari lidik, sidik, tuntut, sampai pada putus dan kemudian dibawa ke penghukuman itu perlu dipastikan efisien, efektif, tidak bolak-balik,’’ ucapnya.
Sebelumnya, Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD menyatakan, pembentukan tim itu merupakan permintaan Presiden Joko Widodo. "Untuk membenahi karut-marut hukum," tegasnya.
Salah satu pemantiknya adalah penangkapan seorang hakim agung oleh KPK. Setelah penangkapan itu, presiden meminta agar dirumuskan reformasi hukum dan pengadilan.
Dalam rapat terbatas kabinet, lanjut Mahfud, Jokowi juga memerintahkan dirinya untuk mencari model reformasi hukum. Permintaan itu disampaikan lantaran mafia tanah masih marak.
"Secara lebih umum, kami juga membentuk subtim RUU Antimafia. Pasalnya, mafia sudah menggurita dan mengancam sendi-sendi hidup bernegara," papar Mahfud.
Tak sampai di situ, pemerintah menyebutkan perlunya kebijakan baru tentang percepatan pemberantasan korupsi.
Diakui Mahfud, Tim Percepatan Reformasi Hukum tidak berpretensi menyelesaikan kasus-kasus yang saat ini terjadi. Sebab, itu tetap menjadi tugas dan kewenangan aparat penegak hukum dan birokrasi. Tim itu bakal fokus merumuskan naskah akademik dan rancangan kebijakan hukum yang akan diserahkan ke pemerintah selanjutnya.
"Pemerintah baru hasil Pemilu 2024 untuk dipertimbangkan pemberlakuannya," jelas pejabat asal Madura tersebut. (jawapos)
Sumber: fajar.co.id