iklan

JAMBIUPDATE.CO, BANDUNG - Rasa haru tak bisa disembunyikan Anisa Niphasari dan ibunya Wiwin Komalasari setelah berhasil kembali ke Indonesia pascamenjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

Pasangan ibu dan anak itu merupakan warga Cianjur yang sempat diperdagangkan hingga ke negara Suriah. Kepada wartawan, Anisa menceritakan awal mula ia dan ibunya menjadi korban TPPO.

Sekitar lima bulan lalu, mereka berangkat menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) setelah diajak seseorang bernama Susi.

Saat itu, pelaku menawarkan pekerjaan dengan menempatkan keduanya sebagai asisten rumah tangga (ART) di sebuah rumah. Tiba saat keberangkatan, Anisa dan ibunya kemudian diterbangkan dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Bali.

Setelahnya penerbangan transit di negara Singapura, dilanjutkan ke Dubai dan berakhir di Suriah.

“Jadi tidak sesuai awalnya karena kami dijanjikan di Dubai, tetapi justru sampainya malah ke Suriah, yang negara konflik perang,” kata Niswa dalam konferensi pers di Mapolda Jabar, Jumat (9/6).

Tiba di Suriah menjadi awal cerita buruk Anisa dan ibunya. Selama di negara tersebut, keduanya harus menunggu lima bulan sebelum ditempatkan di rumah majikannya.

Di sana, Anisa bercerita kalau dia mendapat perlakuan tak baik. Ia juga melihat secara langsung bagaimana agensi mereka melakukan penyiksaan terhadap pekerja lain.

“Kami menunggu lima bulan di agen dan kami mengalami trauma yang sangat berat karena di agen selalu melihat orang yang dari penyiksaan dari agensi tersebut,” ujarnya.

Sampai akhirnya, Anisa harus berpisah dengan ibunya. Anisa dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga dan selama bekerja di majikannya, Ia mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan.

Sementara itu, Wiwin mengatakan saat bekerja di Suriah pun mereka tidak pernah mendapatkan upah. Padahal oleh agen mereka dijanjikan akan mendapatkan uang 300 US dolar per bulan.

“Di sana banyak pekerja yang tidak digaji seperti kami,” tuturnya.

Agar bisa pulang ke Indonesia, Wiwin lantas menelepon pihak keluarga di Indonesia dan menceritakan kondisinya di Suriah. Keluarganya lantas melaporkan kasus ini ke Perlindungan Migran Indonesia (PMI) Jawa Barat.

Video permintaan kepulangan Anisa dan Wiwin pun viral di media sosial. “Satu bulan saya di majikan dan saya trauma karena mendapatkan kekerasan karena keterbatasan saya tidak tahu bahasa. Setelah itu, kami dijemput oleh KJRI yang bernama Babah Akram, kami di KJRI selama 1 bulan, dan Alhamdulillah makan dijamin terus aman tidak ada penyiksaan lagi dari agensi,” terangnya.

Setelah dijemput, Anisa dan ibunya dipindahkan ke KBRI Damaskus. Setelah menunggu kurang lebih dua pekan, keduanya dipulangkan kembali ke Indonesia.

Kepulangan Anisa dan ibunya itu, tak luput buah kerja keras yang dilakukan Subdit PPA Ditreskrimsus Polda Jabar. Kepolisian yang mendapatkan laporan terkait kondisi Anisa dan ibunya di Suriah, langsung melakukan penyelidikan.

Kasubdit PPA Ditreskrimum Polda Jabar AKBP Adana Mangopang mengatakan, setelah mendapatkan laporan pihaknya langsung melakukan penyelidikan. Awal penyelidikan dilakukan dengan pemeriksaan saksi-saksi.

“Informasi yang kami dapatkan saksi-saksi diketahui para korban berada di KJRI di Damaskus, kemudian kami bersurat kepada Kemenlu dan kami dapatkan nomor kontak. Akhirnya kami melakukan berita acara wawancara melalui Zoom dengan para korban,” ucap Adanan.

Tim Satgas kemudian langsung berkoordinasi dengan beberapa pihak seperti BP2MI, Kemenakertrans, Pemprov Jabar dan Kabupaten Cianjur, untuk menyelamatkan dan memulangkan Niswa serta ibunya.

“Paspor mereka ini ditahan oleh majikannya,” tuturnya.

Dalam kasus ini, Polda Jabar telah menetapkan satu orang tersangka WNI yakni S. Tersangka kini masih buron dan keberadaannya terdeteksi ada di Uni Emirat Arab. “Sudah kami identifikasi, kami minta bantuan Interpol dan kami kini menunggu hasilnya. Kami bawa (tersangka) ke Indonesia,” sambungnya.

Kata Adanan, modus yang dilakukan tersangka ini adalah modus perdagangan manusia antarnegara, Di mana pelaku membawa korban dengan cara berpindah-pindah untuk menghilangkan jejak.

“Ini merupakan modus dari TPPO maupun UU Perlindungan PMI. Berangkatnya dari Halim, dan transit ke Bali, lalu transit lagi di Singapura, terus transit lagi di Dubai dan ditampung 2 bulan baru dikirim ke Suriah,” ungkapnya, “Ini merupakan modus para pelaku menghilangkan jejak supaya tidak mudah dilacak oleh penyidik,” lanjutnya. (jpnn/fajar)


Sumber: fajar.co.id

Berita Terkait



add images