iklan
Three-North Shelterbelt Forest Program (TSFP), sebuah proyek penghijauan berskala besar, adalah contoh yang tepat.

Diluncurkan pada 1978 dan direncanakan rampung pada 2050, program tersebut telah membantu melindungi lahan yang dihuni oleh masyarakat di China barat laut, utara, dan timur laut.

Di bawah program tersebut, sekitar 31,74 juta hektare area penghijauan telah ditetapkan dan dilestarikan pada akhir 2020. Program itu telah secara efektif menahan perluasan desertifikasi dan menjadi “Tembok Besar hijau” yang mencegah badai pasir, melindungi air dan tanah, serta menjaga pertanian.

Selama periode 2000-2017, China berkontribusi terhadap seperempat dari peningkatan area hijau global, dan TSFP merupakan kontributor utamanya. Proyek itu dianggap sebagai contoh sukses untuk tata kelola ekologi global.

Selain meluncurkan proyek-proyek penghijauan yang besar, China telah berupaya meningkatkan undang-undang yang relevan dan mengeksplorasi teknik-teknik baru guna meningkatkan kredensial pengendalian pasirnya.

Selama beberapa dekade, negara itu telah memberlakukan undang-undang untuk mencegah dan mengendalikan desertifikasi.

Undang-undang tersebut termasuk yang pertama di dunia yang menangani desertifikasi dan larangan penebangan hutan alami, sehingga membangun sebuah penghalang hijau dalam sistem hukum China.

Di balik pencapaian hijau yang luar biasa di negara tersebut, terdapat kemajuan dalam teknologi penghijauan dan pengendalian pasir.

Di Minqin, sebuah wilayah yang terletak di antara dua gurun di Provinsi Gansu, China barat laut, metode penghijauan seperti irigasi tetes dan penghalang pasir telah membantu meningkatkan cakupan hutan setempat dari 11,52 persen pada 2010 menjadi 18,28 persen pada saat ini.

“China telah menjadi pemimpin dunia dalam teknologi pengendalian pasir,” kata Liu Hujun, Direktur Pusat Kerja Sama Internasional Institut Penelitian Pengendalian Gurun Gansu.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sejak 1990-an, lembaga yang dipimpin Liu telah membantu melatih hampir 1.000 teknisi dan pejabat pemerintah dari 87 negara.

Sebagai pemangku kepentingan yang bertanggung jawab dalam komunitas global, China telah secara aktif memenuhi kewajibannya di bawah Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Melawan Desertifikasi, melakukan pertukaran dan kerja sama dengan negara-negara Sabuk dan Jalur Sutra, serta mendirikan pusat manajemen pengetahuan internasional untuk pencegahan dan pengendalian desertifikasi.

Bersamaan dengan komitmen baru-baru ini untuk mempromosikan komunikasi dan kerja sama internasional guna mengatasi desertifikasi, para pembuat kebijakan China mendesak upaya-upaya untuk berpartisipasi dalam langkah global mengendalikan desertifikasi, mendukung pengendalian pasir di negara-negara Sabuk dan Jalur Sutra, serta memfasilitasi dialog kebijakan dan berbagi informasi di antara berbagai negara.

Ke depannya, negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu akan tetap bertekad merintis jalan ramah lingkungan untuk pembangunan hijau global.

Pada 2025 mendatang, China akan memiliki total 2 juta hektare lahan gurun yang disegel untuk perlindungan, dengan lebih dari 6 juta hektare lahan berpasir yang baru dikelola dan 1,3 juta hektare lahan gurun berbatu yang dimanfaatkan, menurut Administrasi Kehutanan dan Padang Rumput Nasional China. (Web Warouw)


Sumber: bergelora.com

Berita Terkait



add images