JAMBIUPDATE.CO, SENGETI - Pengadilan Negeri Sengeti menggelar sidang putusan dalam perkara pencabulan dengan terdakwa Abdul Aziz yang merupakan Pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda, Sungai Gelam Kabupaten Muaro Jambi.
Persidangan yang dipimpin langsung oleh Ketua Pengadilan Sengeti Fitria Septriana, Selasa (4/7), menjatuhkan vonis 11 tahun penjara terhadap terdakwa. Vonis tersebut lebih tinggi 1 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sebelumnya, JPU menuntut Abdul Aziz 10 tahun penjara. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, Abdul Aziz terbukti bersalah melakukan perbuatan cabul terhadap santrinya pada tahun 2019 hingga 2020.
Selain hukuman kurungan, Hakim juga memutuskan terdakwa membayar denda Rp 100 juta subsider 6 bulan penjara.
Dalam amar putusan, hakim ketua menyebutkan, tidak ada keterangan saksi yang meringankan terdakwa. Sementara yang memberatkan terdakwa cukup banyak. Karena dia merupakan orangtua, guru, tokoh agama, tokoh masyarakat dan orang terpandang.
Sementara korban merupakan anak-anak yang kala itu berusia 16 tahun. Menariknya, hingga putusan dibacakan terdakwa tidak mengakui dirinya pernah melakukan perbuatan cabul terhadap korban.
Namun demikian, sesuai dengan keterangan saksi-saksi, sebelum diamankan polisi pelaku pernah masuk ke dalam kamar korban. Bahkan saksi pernah diusir dalam ruangan sesaat sebelum korban dieksekusi oleh pelaku. Hal itulah yang membuat hakim menjatuhkan hukuman setinggi itu.
Terhadap putusan tersebut, Hanan orang tua korban menyatakan, sangat berterimakasih kepada majelis hakim yang telah memutuskan perkara ini. Namun demikian dirinya belum puas atas putusan tersebut. Sebab jika mengacu pada pasal yang berlaku, maka pelaku bisa dikenakan kurungan penjara selama 15 tahun.
“Kalau ditanya puas, tentu kami belum puas. Sebab hukuman maksimalnya 15 tahun. Tapi kami berterima kasih karena pelaku dihukum lebih tinggi dari pada tuntutan,” ungkap Hanan.
Untuk diketahui, aksi bejat pelaku sudah dilakukannya sejak 2019 lalu, yang kala itu korban LA (19) masih berstatus sebagai santriwati di Ponpes tersebut.
Dalam keterangan polisi, pelaku melakukan aksinya dengan cara merayu. Setelah rayuan gombalnya termakan oleh korban, pelaku kemudian malancarkan aksi tak senonohnya. Pelaku pun mengancam korban untuk tidak memberitahukan kepada siapapun.