iklan Perubahan Ruang Hidup Membuat Secara Budaya Orang Rimba Kehilangan Sistem Kehidupan
Perubahan Ruang Hidup Membuat Secara Budaya Orang Rimba Kehilangan Sistem Kehidupan

Taman Nasional Bukit Dua belas sebagai rumah bagi orang rimba juga tidak mampu mengambil peran dan tanggungjawab sesuai dengan mandat SK No. 258/Kpts-II/2000 sebagai sumber penghidupan orang rimba.

Sementara itu, Kepala Balai Taman Nasional Bukit Dua Belas Junaedi mengatakan, membutuhkan kerjasama pemerintah, masyarakat, organisasi non- pemerintah, dan komunitas itu sendiri.

"Kita butuh kolaborasi bersama untuk menjawab tantangan orang rimba atau SAD dalam menghadapi perubahan iklim lokal maupun global," sebutnya.

"TNBD memang rumah bagi orang rimba dan kita menghargai praktek kearifan lokal dalam pengaturan dan penggunaan ruang. Adaptasi ini kita masuk dalam zonasi TNBD," sambungnya.

Orang rimba hidup berkelompok dan dipimpin oleh ketua kelompok (Temenggung). Ada 13 kelompok, 718 kk dan 2.960 jiwa (bermukim sejak lama secara turun temurun) di TNBD.

Setiap kelompok memiliki wilayah adat, TNBD seluas 54.780,41 ha terbagi habis menjadi 13 wilayah adat. Pengakuan kearifan lokal itu juga bagian dalam memadukan tekonomgi dan budaya untuk menjawab tantangan perubahan iklim.

"Telah dilakukan uji farmakologi pada 87 jenis tumbuhan obat yang ada di TNBD. Berdasarkan informasi dari SAD di BP2TOOT Kemenkes Karanganyar dan Laboratorium Biokimia IPB," kata dia.

Saat ini, dikatakan dia, ada 2 lokasi berupa demplot tumbuhan obat di Resort II.E Air Hitam I dan Resort II. Muara Tabir.

Project Officer KKI Warsi Jaiharul Maknun mengatakan, kekhawatiran dampak perubahan iklim pada orang rimba sangat tinggi.

Berdasarkan penelitian kolaborasi yang dilakukan KKI WARSI dan peneliti menunjukkan banyak beberapa keragaman penyakit yang tidak mampu di tangani secara tradisional, diantaranya malaria, demam berdarah, TB dan Hepatitis.

Dampak perubahan iklim dengan sumber makanan orang rimba adalah hilangnya madu hutan, hilang musim pertahunan agung, hewan buruan semakin langka dan semakin sulitnya jernang, rotan manau, dan damar.

Perubahan ruang hidup dan ditambah iklim global membuat secara budaya orang rimba kehilangan sistem kehidupan (geger budaya), hilangnya kemampuan beradaptasi atau bertahan hidup dan hilangnya harapan masa depan.

Juliana, perempuan pertama di komunitas Suku Anak Dalam Pelepat, Bungo yang bersekolah hingga perguruan tinggi, memilih jalan Pendidikan sebagai bentuk adaptasi dan jawaban tantangan di masa depan.

"Awalnya orang tua dan kelompok menentang. Karena perempuan pantang pergi jauh dari kelompok dan keluarganya. Tapi, saya ingin menjadi contoh untuk adik-adik di SAD pelepat untuk punya cita-cita dan masa depan yang baik," katanya.

Sementara, Mijak sendiri bercita-cita menjadi pengacara masyarakat adat agar persoalan-persoalan hukum di orang rimba bisa diselesaikan secara hukum adat dan hukum negara.

Kepala Taman Budaya Jambi Eri Argawan mengatakan, kolaborasi Pameran Foto Jurnalistik ini diharapkan menggugah kepedulian publik yang lebih luas.

"Ya itu untuk lebih peduli pada persoalan iklim, masyarakat adat dan kelestarian lingkungan hidup. Khususnya generasi muda bisa terlibat aktif di dalamnya," ungkapnya.(*)


Berita Terkait



add images