“Kami menyediakan amunisi, kami menyediakan perlindungan politik dari kemarahan komunitas internasional yang semakin meningkat. Kita bisa mengakhiri perang jika kita mau, tapi ternyata kita tidak melakukannya. Dari sudut pandang moral, posisi AS pada dasarnya tidak dapat dipertahankan,” Freeman menegaskan.
Freeman membenarkan klaim bahwa beberapa warga sipil Israel dibunuh oleh pasukan Israel pada 7 Oktober selama serangan mendadak oleh kelompok pejuang Palestina Hamas.
“Ada dua alasan mengapa Israel dapat dimintai pertanggungjawaban atas pembunuhan warga Israel. Salah satunya adalah Israel kurang disiplin dan tidak memiliki pelatihan yang diperlukan untuk merespons secara efektif penyanderaan yang dilakukan Hamas, yang sebenarnya ditujukan terutama oleh Hamas untuk menyandera tentara Israel,” jelasnya.
“Tembakan yang tidak disiplin dari helikopter, rudal, atau tank dengan peluru pembakar yang diarahkan ke gedung-gedung adalah apa yang terjadi. Ini adalah aib dalam istilah militer dan menambah berkurangnya reputasi yang dimiliki Angkatan Pertahanan Israel (tentara Israel) dalam hal disiplin dan keahlian militer,” katanya.
“Yang kedua adalah sesuatu yang disebut Protokol Hannibal,” lanjutnya, mengutip kebijakan kontroversial Israel yang diselimuti kerahasiaan, namun dilaporkan berakhir pada 2016.
“Hal ini mengingat fakta bahwa Israel memiliki sejumlah besar sandera Palestina, seringkali tanpa tuntutan, terkadang dengan tuduhan palsu, terkadang dengan proses peradilan asli yang dilakukan oleh pengadilan militer. Jadi Protokol Hannibal pada dasarnya mengatakan bahwa daripada melakukan tawar-menawar mengenai pertukaran sandera, Anda sebaiknya membunuh saja sandera Israel beserta para penculiknya.”
Freeman juga mengomentari serangan Hamas pada 7 Oktober yang mencapai Nova Music Festival di Israel, dan mengecam diadakannya festival musik di perbatasan “kamp konsentrasi,” merujuk pada blokade Israel selama bertahun-tahun di Jalur Gaza.
Di mana bahkan sebelum konflik yang terjadi saat ini, blokade membuat warga Gaza berada dalam kondisi yang oleh banyak pengamat internasional disebut sebagai kondisi yang tidak manusiawi. (*)
Sumber: tempo.co