iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Jangan nanti, sebut Prof Haryadi, memberikan anggaran untuk setiap RT atau kelurahan maupun kecamatan, yang pada implementasinya saat masa jabatan kepala daerah mau habis.

“Maksud Saya, janji-janji itu memang harus disertai perencanaan. Bukan sekedar mengumbar janji, menarik minat masyarakat sehingga masyarakat tergiur, padahal sesungguhnya masyarakat dirugikan dari hal seperti itu,” jelasnya.

Siapapun bakal calon kepala daerah, kata dia, jika mau memberikan percepatan pembangunan masyarakat terutama di tingkat bawah, haruslah berbasis pada kebutuhan.

“Bisa disiapkan saja anggarannya, nanti siapa yang mengajukan berbasis perencanaan di bawah. Harus ada tim, tidak bisa langusng dikucurkan saja. Itu tidak bermanfaat dari pandangan Saya,” ungkapnya.

Harusnya, bakal calon kepala daerah itu punya konsep, jangan menawarkan sesuatu yang gampang saja disebut, tetapi dalam realisasinya terbentur dengan aturan atau pun regulasi. 

“Terbentur banyak hal dan akhirnya berdalih. Tertipu masyarakat,” ujarnya.

Berdasarkan pandangan Prof Haryadi, untuk Kota Jambi khususnya masih perlu perhatian serius infrastruktur jalan. 

“Kita lihat jalan di tingkat lorong masih rusak parah. Sekian tahun tidak diperbaiki,” katanya.

Ia menyarankan, bagaimana bakal calon kepala daerah fokus dengan program bagaimana membuat pembangunan itu lebih cepat, bukan hanya janji manis kepada masyarakat. 

“Kebanyakan pada saat mengimplementasikan program yang ditawarkan tidak ada yang jalan atau banyak yang sulit dijalankan, karena terkendala reguliasi, peraturan, anggaran dan lainnya,” jelasnya.

Pengamat ekonomi Jambi lainnya, Dr Noviardi Ferzi menanggapi hal tersebut dengan dua hal, yakni profesional dan proporsional. 

Menurut dia, suatu program itu harus profesional dan proporsinal. Secara profesional rencana program yang menganggarkan Rp 100 juta per RT tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan, karena berbau dengan janji politik yang sulit untuk diwujudkan. 

"Kenapa?, dari sisi regulasi tidak ada yang menyatakan RT itu bagian dari pemerintahan yang diwajibkan mendapatkan pendanaan, dari sisi regulasi lemah, artinya itu tidak profesional," katanya. 

Kedua soal proporsional. Melihat dari sisi dinamika persoalan kota Jambi saat ini masalahnya adalah kemacetan, banjir saat hujan, pengangguran, kemiskinan. 

"Program ini saya lihat lebih untuk mengambil hati ketua RT, jadi tidak menjawab dinamika persoalan kota Jambi," imbuhnya. 

Dari sisi anggaran sebut dia, APBD Kota Jambi sekitar Rp 1,9 T, tapi semuanya disitu mulai dari belanja rutin, belanja wajib dan lainnya. 

"Dari sisi kemampuan APBD kita juga terbatas, kita lihat anggaran tidak mendukung," ujarnya. 

Lanjut dia, kebutuhan RT itu bukanlah anggaran Rp 100 juta, namun konektifitas program OPD yang menyentuh tingkat RT. 

Berita Terkait



add images