Oleh: Bahren Nurdin (Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik)
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia bukan sekadar kumpulan ide abstrak, melainkan representasi dari nilai-nilai luhur yang mengakar kuat dalam kebudayaan Nusantara. Kelima sila tersebut merefleksikan kebijaksanaan leluhur bangsa Indonesia dalam menata kehidupan bermasyarakat yang harmonis dan beradab.
Sebagai pengamat sosial dan kebijakan publik, saya melihat bahwa setiap sila dalam Pancasila tidak hanya menjadi dasar negara, tetapi juga telah menyatu dengan budaya dan kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi.
Sila ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ mencerminkan kedalaman spiritual masyarakat Indonesia yang religius. Seperti pepatah adat Jambi "adat bersendi syara', syara' bersendi kitabullah", nilai-nilai ketuhanan menjadi pedoman utama dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Sila ini menjaga keutuhan dan kerukunan dalam kebhinekaan agama di Indonesia.
Kehidupan religius ini memandu masyarakat dalam berinteraksi dan menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh kearifan lokal.
Sila ‘Kemanusiaan yang Adil dan Beradab’ termanifestasi dalam semangat kebersamaan dan kepedulian sosial yang tinggi. Ketika bencana melanda, masyarakat Indonesia dengan sigap memberikan bantuan tanpa memandang latar belakang.
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, kepedulian terhadap sesama sangat nyata. Baru-baru ini, Indonesia dinobatkan sebagai negara paling dermawan di dunia selama enam tahun berturut-turut. "Indonesia is the world’s most generous country for the sixth year in a row” menurut Charities Aid Foundation (CAF) (dikutif Kompas.com)
Sila ‘Persatuan Indonesia’ mengukuhkan rasa kebangsaan yang kokoh di atas perbedaan suku, ras, dan agama. Semboyan "Bhineka Tunggal Ika" menjadi perekat dalam mewujudkan cita-cita bersama untuk membangun negeri. Rasa cinta tanah air ini telah tertanam sejak dini dalam sanubari setiap insan Indonesia.
Aplikasinya, gotong royong, sebagai nilai budaya yang sangat kuat, menunjukkan bagaimana masyarakat Indonesia selalu siap bekerja sama dan saling membantu tanpa memandang perbedaan.
Ketika ada ancaman terhadap bangsa, rakyat Indonesia akan selalu berdiri paling depan untuk membela tanah airnya. Jiwa dan raga akan dipersembahkan.
Sila ‘Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan’ menjunjung tinggi prinsip musyawarah dalam mengambil keputusan. Pepatah Jambi "bulat air dek pembuluh, bulat kato dek mupakat" menegaskan pentingnya mencapai mufakat dalam menyelesaikan persoalan. Tradisi ini merupakan warisan adiluhung yang telah dipraktikkan turun-temurun.
Dalam berbagai keputusan, masyarakat selalu mengutamakan kesepakatan bersama, mencerminkan nilai demokrasi dan kearifan lokal yang sangat dihargai.
Sila ‘Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia’ mencerminkan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Nilai-nilai keadilan telah mengakar dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, seperti dalam dalam menyelesaikan sengketa secara musyawarah.
Dalam kesehariannya, masyarakat Indonesia juga selalu berusaha untuk mengedepankan nilai keadilan dalam berbagai aspek kehidupan. Ini terlihat pula dari upaya masyarakat untuk memberikan bantuan dan dukungan kepada yang membutuhkan, serta berusaha menciptakan kesejahteraan bersama.
Pancasila bukanlah sekedar simbol kosong, melainkan kristalisasi nilai-nilai budaya bangsa yang telah hidup dan dihidupi oleh masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu. Kelestarian budaya ini menjadi kekuatan untuk menjaga keutuhan dan persatuan negara di tengah arus globalisasi dan tantangan zaman yang semakin kompleks.
Akhirnya, Pancasila menjadi pelestari adat budaya bangsa, mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat, dan terus hidup serta relevan dalam setiap aspek kehidupan kita. Mari kita jadikan peringatan hari lahir Pancasila ini sebagai momentum untuk terus memperkuat dan mengamalkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Semoga.(*)