iklan
(ANDRI/JAMBIUPDATE)

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI - Tower pemantau Gas Rumah Kaca (GRK) setinggi 100 meter diresmikan beroperasi di Provinsi Jambi, Kamis (18/7/2024). Menara itu menjadi tower pemantau GRK kedua di Indonesia setelah di Koto Tabang, Sumatera Barat. Terletak di Stasiun Klimatologi Jambi, di Simpang Sungai Duren, Jaluko, Muaro Jambi.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Republik Indonesia Dwikorita Karnawati mengatakan, tower ini untuk memonitor memberikan informasi terkait gas rumah kaca global.

"Tujuannya untuk memonitor perubahan konsentrasi gas rumah kaca, apakah semakin meningkat atau bagaimana," ujar Dwikorita.

Menurutnya, dari perubahan yang dimonitor BMKG bisa memberikan peringatan dini, apakah gas rumah kaca semakin mengkhawatirkan atau mencapai batas tertentu. Lantaran tower pemantau GRK diproyeksikan akan dibangun kembali di pulau Sumatera.

"Ini (di Jambi) tower pemantau GRK kedua (di Indonesia), selanjutnya nanti ada beberapa tower tambahan 4 tower lagi di Sumatera sehingga menjadi 6 tower," ucapnya.

Ia melanjutkan, dengan nantinya ada 6 titik pengamatan tersistem akan bisa dihitung dimodelkan, dimana Zona Sumatera yang paling banyak menyumbangkan dan menyerap emisi gas rumah kaca. Sehingga dengan informasi yang terukur valid dan menerus dibutuhkan oleh berbagai sektor untuk mengambil keputusan kebijakan cara mengembalikan, menyeimbangkan laju gas rumah kaca.

 "Ujung-ujungnya mengurangi, mencegah dan mengembalikan laju kenaikan suhu permukaan. Jika itu tak dicegah bumi semakin panas semakin banyak masalah, penyakit, bencana, kekeringan dan ujungnya krisis pangan diproyeksikan kemungkinan terburuk kalau kita gagal kendalikan pertengahan abad pada tahun 2050," ucapnya.

Untuk kondisi efek rumah kaca di Jambi sejauh ini, dijelaskan Dwikorita pada musim lalu dengan terdampak El Nino berarti sangat rentan terhadap perubahan iklim. Apalagi jika ada kegiatan pembukaan lahan yang tidak terkendali.

"Kuantifikasinya (efek gas rumah kaca) bagaimana?, justru Ini yang sedang diukur dan kita belum menyimpulkan dan kita akan tahu di sini seperti apa," ungkapnya.

Ditambahkan, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan untuk jangkauan tower GRK Jambi cukup memadai hingga seluruh Kabupate/Kota yang ada. "Bisa menjangkau untuk 1 Provinsi Jambi ini," ucap Ardhasena.

Untuk pemilihan Jambi dan akan ada 4 tower di Sumatera, menurutnya karena alasan modalitas eksisting. Juga karena ekosistem di Sumatera termasuk di Jambi masih baik. "Jadi kita bisa belajar dari Sumatera Barat dan Jambi sehingga bisa direplikasikan ke lokasi lainnya," akunya.

Untuk efek rumah kaca di Jambi, diungkapkan Ardhasena, sama seperti daerah lainnya yakni sekitar 410 PPM. "Karena udara yang tercampur dan gas rumah kaca dibawa oleh cuaca dan iklim yang dampaknya efek GRK makin naik dirasakan, kita merasakan cuaca dan temperatur Jambi yang tahun ke tahun makin naik, itu dampaknya," sampainya.

Masih kata Ardhasena, untuk pengukuran gas rumah kaca di Sumatera dibutuhkan 6 tower pemantau GRK.

"Setelah Sumatera Barat dan Jambi, mungkin berikutnya adalah Sumatera Selatan, Lampung lalu kita bisa ke Utara seperti Provinsi Riau, Sumatera Utara dan Aceh," sebutnya.

Hanya saja Ardhasena enggan menyebutkan rincian anggaran pembangunan tower pemantau GRK ini di Jambi, serta rencana pembangunan 4 tower lainnya yang direncanakan di Sumatera.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani menyatakan, Pemprov sangat mengapresiasi BMKG yang pada tahun 2024 ini telah membangun Tower (Menara) Pemantauan Gas Rumah Kaca (GRK) di Stasiun Klimatologi Jambi Provinsi Jambi.

"Hal ini untuk memberikan gambaran komposisi atmosfer dan siklus karbon yang komprehensif. Data dan informasi yang didapat dari keberadaan tower tersebut sangat penting dan bermanfaat, untuk menyiapkan upaya dan langkah antisipatif dan adaptif terhadap kondisi iklim," pungkasnya. (aba)


Berita Terkait



add images