iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Komisi I DPRD Kota Jambi menggelar hearing soal sengketa lahan parkir RS Mitra Hospital, Senin (14/10/2024). 

Pertemuan ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk perwakilan RS Mitra Hospital, pemegang sertifikat lahan parkir yang disewa, pihak yang mengklaim kepemilikan lahan, serta Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Jambi, Camat Kota Baru, dan kepolisian.

Dalam rapat tersebut, Ketua Komisi I, Rio Ramadhan, menyampaikan keprihatinan atas adanya palang blokade yang menghalangi akses ke lahan parkir. 

Ia menekankan bahwa akses ini sangat penting untuk kepentingan pelayanan kesehatan masyarakat. "Kami meminta agar palang blokade tersebut segera dibuka. Jika ada sengketa, sebaiknya diselesaikan di pengadilan," ujarnya.

Rio menjelaskan bahwa selama hearing, pihaknya mendengar berbagai kronologi terkait sengketa lahan. Salah satu pihak yang mengaku sebagai ahli waris menunjukkan surat putusan pengadilan yang dikeluarkan pada tahun 1963. 

Namun, Rio mencatat bahwa pada tahun 1983, terjadi transaksi jual beli lahan tersebut yang melibatkan pihak yang sebelumnya bersengketa dengan ahli waris. "Ini menambah kompleksitas masalah yang ada," katanya.

RS Mitra Hospital, yang saat ini menyewa lahan berdasarkan sertifikat yang dimiliki oleh Erna, mengaku telah mengalami gangguan dalam aktivitasnya akibat sengketa ini. 

"Kami merasa sangat terdampak oleh situasi ini, terutama dalam hal kunjungan dan kenyamanan pasien," ungkap Muliyanto, Direktur PT Mekar Dharma Medika, yang mengelola RS Mitra Jambi. 

Ia menjelaskan bahwa mereka telah membayar sewa untuk jangka waktu sepuluh tahun, tetapi masalah ini muncul setelah tujuh tahun berjalan. "Palang blokade tersebut menghalangi jalur keluar rumah sakit, sehingga pengiriman oksigen dan layanan penting lainnya terganggu. Kami berharap agar masalah ini bisa segera diselesaikan demi kepentingan pasien," harapnya.

Kepala Kantor Tanah BPN Kota Jambi, Hary, memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai status lahan parkir RS Mitra Hospital. Ia menjelaskan bahwa lahan tersebut telah memiliki sertifikat yang diterbitkan atas nama Ibu Erna pada tahun 2000, berdasarkan transaksi jual beli yang dilakukan pada tahun 1983. 

Hary menambahkan, meskipun terdapat sengketa yang terjadi pada tahun 1963, di mana lahan tersebut memiliki luas total sekitar 25 hektare, perdamaian sudah dicapai pada tahun 1979. 

"Kami mempertanyakan mengapa gugatan ini baru muncul sekarang, setelah 24 tahun terbit sertifikat. Sertifikat yang terbit hanya satu, dan luas lahan parkir yang dipermasalahkan adalah 2.800 meter persegi," pungkasnya. (hfz)


Berita Terkait



add images