iklan Direktur Eksekutif LSI Denny JA, Toto Izul Fattah menyampaikan temuan surveinya di pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jambi 2024. 
Direktur Eksekutif LSI Denny JA, Toto Izul Fattah menyampaikan temuan surveinya di pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jambi 2024. 

JAMBIJPDATE.CO, JAMBI- Potensi money politik atau politik uang terbuka lebar pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jambi 2024. Setidaknya ini terlihat dari temuan survei terbaru Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA yang dirilis Senin (14/10) kemarin. 

Dalam survei yang digelar 1-9 Oktober 2024 itu, LSI menemukan sebanyak 58,3 persen menganggap wajar jika ada calon yang memberikan uang atau sembako. Angka ini cukup tinggi karena hanya 14,5 persen yang menjawab kurang wajar dan 23,1 persen menjawab tidak wajar sama sekali. 

 Bahkan 56,0 persen masyarakat menganggap politik uang berpengaruh terhadap pilihan. Sedangkan yang menganggap kurang berpengaruh hanya 12,1 persen dan yang menjawab tidak berpengaruh sama sekali 25,1 persen. 

Tidak hanya itu, sebanyak 82,5 persen menjawab uang menjadi faktor paling tinggi mengubah pilihan. Kemudian 9,4 persen menjawab sembako gratis dan 1,3 persen 6,8 persen menjawab tidak tahu. 

 Dari temuan LSI ini, artinya menunjukkan celah potensi politik uang bakal tinggi terjadi di pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jambi. Terlebih masyarakat beranggapan politik uang adalah hal yang wajar terjadi. 

 Lantas apa yang membuat politik uang dianggap wajar? Pengamat politik Citra Darminto menilai salah satu faktor terjadi politik uang disebabkan oleh perilaku elit-elit politik atau politisi.

"Politisi ini ingin bagaimanapun harus menang walaupun dengan segala cara, sehingga kondisi inilah yang menyebabkan elite-elite atau kandidat-kandidat tersebut melakukan politik uang," ucapnya, Kamis (17/10) kemarin.

Terlebih ditengah laju inflasi dan tekanan ekonomi global saat ini, termasuk kondisi ekonomi masyarakat Provinsi Jambi, godaan pemilih untuk menerima politik uang memang cukup tinggi.

"Tren ini bisa terus berkembang jika permisifitas pemilih pada politik uang masih sangat besar dan angka inflasi dan tekanan ekonomi masih menyulitkan kehidupan mayoritas pemilih pada masyarakat Provinsi Jambi," jelasnya.

Walaupun begitu, Citra dengan tegas menolak pernyataan bahwa politik uang merupakan hal yang wajar, meskipun dalam banyak survei mayoritas responden mengakui menerima uang atau pemberian yang lain, dari kandidat atau partai politik agar mereka memilih pihak pemberi.

"Saya menilai jawaban tidak mempengaruhi kemenangan khususnya dalam kontestasi Pilgub Jambi, 'money politic itu dibenci tapi di rindukan," ujarnya.

Ia juga berpendapat bahwa money politik ini tidak berpengaruh terhadap kemenangan kandidat di Pilgub Jambi 2024. Ia menilai semakin kesini, trennya semakin banyak pemilih yang mengatakan menerima uangnya, tetapi untuk pilihannya bisa saja memilih kandidat lain.

 "Tren ini bahkan sudah terjadi di pemilih tradisional atau dari kalangan akar rumput, karena saya memandang saat ini pemilih khususnya di provinsi Jambi, memahami bahwa pilihan mereka di bilik suara sepenuhnya hanya dia yang tahu," ungkapnya. 

Karena pilihan tersebut tidak dapat dibuktikan saat di bilik suara. Ketika pemilih tidak memilih calon yang memberinya uang, terlebih dalam ranah Pilgub, yang nilainya kecil dan jangkauannya sangat luas dan sangat sulit untuk dimonitor.

"Oleh Karena itu saya menilai efektivitas politik uang semakin lama semakin rendah terhadap pengaruhnya dalam kemenangan seorang kandidat," tegasnya.

Begitupun juga kata dia yang terjadi pada kalangan pemilih rasional di Provinsi Jambi, karena akan lebih sulit lagi, untuk menjamin politik uang itu bisa mempengaruhi kemenangan.

Karena pemilih rasional lebih mendasarkan pilihannya terhadap track record, gagasan yang ingin di bawa, dan tentu ikatan atau hubungan emosional pemilih dengan kandidat. "Jadi kalau ada masyarakat mengatakan Politik uang itu wajar, tentu ini tidak di benarkan," pungkasnya. (aiz)


Berita Terkait