JAMBIUPDATE.CO, JAMBI – Pemerintah Kota Jambi memberikan penegasan terkait polemik kebijakan pembayaran retribusi parkir menggunakan QRIS.
Lewat Juru Bicara Pemkot, Abu Bakar, disampaikan bahwa kebijakan ini bukan hanya legal secara hukum, tetapi juga menjadi langkah strategis menuju pelayanan publik yang modern, transparan, dan digital.
BACA JUGA: 4 Orang Jemaah Haji Kloter 14 BTH Masih Dirawat di Batam
“Kebijakan ini tidak dibuat asal-asalan. Dasar hukumnya jelas dan kuat,” tegas Abu Bakar, Jumat (27/6/2025).
Ia merujuk pada Peraturan Wali Kota (Perwal) Jambi Nomor 32 Tahun 2018, khususnya Pasal 2 ayat (1) yang menyebut bahwa pemungutan retribusi dapat dilakukan secara tunai maupun non tunai. Sementara dalam ayat (3) dijelaskan bahwa metode non tunai dapat dilakukan menggunakan sarana digital.
“QRIS adalah sistem pembayaran resmi dari Bank Indonesia yang sudah dipakai luas di berbagai daerah. Ini bagian dari reformasi pelayanan publik,” ujarnya.
BACA JUGA: Sst, KPK Sedang Proses Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan EDC di BRI
Abu Bakar menegaskan bahwa penerapan sistem ini dilakukan bertahap dan melalui masa transisi. Pemerintah telah menyiapkan berbagai infrastruktur pendukung seperti pelatihan juru parkir, penyediaan QR code, ID card, rompi resmi, hingga pembukaan rekening khusus retribusi.
“Kami memahami tidak semua masyarakat siap beralih secara langsung ke sistem digital. Tapi perubahan ini tidak bisa dihindari. Karena itu kami tempuh secara bertahap, sambil terus mengedukasi dan mengevaluasi,” ujar Kepala Dinas Kominfo Kota Jambi itu.
Ia juga menyebutkan sejumlah manfaat dari sistem parkir non tunai, di antaranya mengurangi risiko pungutan liar, menutup celah kebocoran retribusi, memastikan uang masuk langsung ke kas daerah secara real time, serta mendukung program nasional Elektronifikasi Transaksi Pemerintah Daerah (ETPD).
Menjawab kritik masyarakat, Abu Bakar menegaskan bahwa pemerintah terbuka terhadap masukan dan evaluasi. Menurutnya, kebijakan publik bersifat dinamis dan bisa disesuaikan jika ditemukan hal-hal yang belum optimal.
