iklan Dr. Noviardi Ferzi
Dr. Noviardi Ferzi

Isu yang lebih mendasar adalah perbedaan pendapatan atau disparitas antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di sektor-sektor non-tradisional seperti digital dan jasa cenderung terpusat di kawasan perkotaan, yang pada akhirnya memperlebar jurang pendapatan. Data BPS Provinsi Jambi pada Maret 2025 menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita di perkotaan jauh lebih tinggi dibandingkan di pedesaan, menandakan ketimpangan yang jelas dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan ekonomi.

Fenomena ini sejalan dengan argumen Thomas Piketty dalam bukunya "Capital in the Twenty-First Century" (2014). Piketty menegaskan bahwa tanpa intervensi kebijakan yang kuat, akumulasi kekayaan dan pendapatan cenderung terpusat pada segelintir orang dan wilayah. Dalam konteks Jambi, hal ini berarti pertumbuhan yang digerakkan oleh sektor perkotaan bisa jadi tidak mengalir secara merata ke pedesaan. Akibatnya, masyarakat pedesaan, terutama petani yang masih bergantung pada komoditas dengan harga tidak stabil, akan semakin tertinggal. Ketimpangan ini tidak hanya menciptakan masalah sosial, tetapi juga dapat menghambat potensi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang inklusif dan berkelanjutan.

Pemerintah Provinsi Jambi menjanjikan sektor pariwisata sebagai sumber pendapatan baru. Namun, keberhasilan ini tidak akan tercapai tanpa adanya integrasi kebijakan yang komprehensif. Kebijakan ini harus mampu menghubungkan potensi pariwisata dengan pemberdayaan masyarakat lokal, khususnya petani dan pelaku UMKM di pedesaan, serta menjaga kelestarian alam dan budaya. Tanpa adanya strategi yang matang, pertumbuhan ekonomi dari sektor pariwisata hanya akan dinikmati oleh investor besar dari luar dan tidak akan memberikan dampak yang signifikan terhadap pengentasan kemiskinan di tingkat akar rumput.

Untuk mengatasi kesenjangan ini, Pemprov Jambi harus berani mengambil langkah strategis yang lebih tajam. Kebijakan fiskal yang berorientasi pada rakyat, dengan alokasi APBD yang fokus pada sektor-sektor prioritas seperti pertanian dan hilirisasi komoditi unggulan, menjadi langkah krusial. Strategi seperti yang disarankan oleh G. S. Fields (2001) yang menekankan pada penciptaan lapangan kerja berkualitas dan investasi di sumber daya manusia, harus menjadi prioritas. Tanpa intervensi yang terarah, pertumbuhan yang tinggi akan terus menjadi narasi kosong yang tidak mampu menyentuh realitas kemiskinan.

Sebagai penutup, kasus Jambi adalah pengingat penting bahwa pembangunan sejati bukan hanya tentang pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), melainkan tentang kemampuan pemerintah dalam memastikan setiap warga mendapatkan kesempatan yang sama untuk keluar dari kemiskinan. Hingga ketimpangan ini dapat diatasi, pertumbuhan ekonomi Jambi, seberapa pun tingginya, akan tetap menjadi sebuah keberhasilan yang setengah hati.


Berita Terkait



add images