Alasannya, kata dia, Pemerintah pusat ingin menghapus pungutan yang dianggap menghambat layanan publik dan mendorong efisiensi. Layanan laboratorium pemerintah daerah ini diarahkan untuk Gratis atau dibiayai APBD jika sifatnya pelayanan publik wajib.
Selain itu, sambungnya, untuk laboratorium yang sifatnya komersial, bisa masuk skema harga jasa atau bukan retribusi di bawah pengelolaan unit usaha daerah.
"Retribusi laboratorium tidak bisa dipungut lagi karena tidak termasuk jenis retribusi yang diizinkan. Sehingga Perda lama yang mengaturnya otomatis tidak berlaku. Jika layanan laboratorium tetap berbayar, harus menggunakan mekanisme tarif jasa atau BLUD, bukan retribusi daerah," jelasnya.
Mantan Auditor Ahli Madya Inspektorat Muaro Jambi itu menyampaikan, pada tahun 2021 lalu, pendapatan pada dua bagian di sektor retribusi daerah itu nilainya juga cukup fantastis.
Untuk realisasi pendapatan pada bagian retribusi pengawasan dan pengendalian menara telekomunikasi itu sekitar Rp. 529 juta. Sedangkan untuk Retribusi pemakaian laboratorium, pendapatan yang didapatkan oleh Pemerintah Daerah berjumlah sekitar Rp.611 juta.
"Terakhir di tahun 2021. Setelah itu tidak ada lagi, karena memamg tidak dilakukan pemungutan," tandasnya. (wan)
