Beruntung, benturan antarmasyarakat itu berhasil diredam. Seorang SAD yang terjatuh hingga mengalami luka ringan di kepala pun segera mendapat pertolongan dan diobati di klinik perusahaan sawit.
Untuk menghindari peristiwa serupa sekaligus mengintensifkan komunikasi antar pihak dalam program-program pemberdayaan masyarakat SAD itulah FKPS-SAD menggelar kembali FGD.
“Upaya memenuhi kebutuhan masyarakat SAD secara tepat sebetulnya sudah lama berjalan. Tindakan-tindakan oknum seperti ini kita khawatirkan merusak proses yang tengah berlangsung dengan baik,” ujar Juru Bicara FKPS-SAD, Budi Setiawan.
FKPS-SAD sendiri memang dirancang sebagai wadah multistakeholder yang diorientasikan untuk memberdayakan dan membangun kemandirian masyarakat SAD. Selain terdiri dari LSM, forum ini terdiri dari tokoh masyarakat, masyarakat SAD, pemerintah, dan perusahaan-perusahaan kelapa sawit.
“Selagi hukum adat membawa kedamaian, silakan diikuti. Tetapi kalau berbenturan, hukum negara yang berlaku,” lanjut Prof. Usman dalam FGD itu.
Pernyataan tersebut menengahi sikap sebagian pihak yang menilai masyarakat adat hanya tunduk pada hukum adat. “Kita semua sama di mata hukum,” ujar Prof Usman kembali menegaskan.(*)
