JAMBIUPDATE.CO, JAMBI - Tepat hari ini, memasuki hari ke-17 atas peristiwa matinya kebebasan pers yang terjadi di Polda Jambi.
Hari di mana polisi memperlihatkan arogansinya terhadap jurnalis yang bekerja atas Undang-Undang, bekerja untuk kemanusiaan, dan bekerha untuk publik.
Peristiwa pada Jumat 12 September 2025 yang menghalangi wartawan melakukan wawancara rombongan Komisi III DPR RI merupakan wajah kesewenang-wenangan polisi, keberpihakan pada kekuasaan, bukan sebagai pengayom dan pelayan masyarakat.
BACA JUGA: Bupati Hurmin Minta Penerimaan Selter JPT Sekda Sarolangun Harus Sesuai Aturan
Ironisnya, pelanggaran hukum itu terjadi di hadapan Kapolda Jambi Irjen Pol Krisno H Siregar dan Wakil Ketua Komisi III DPR RI Sari Yuliati.
Namun hingga saat ini, Kapolda Jambi belum menyampaikan permohonan maafnya kepada pers, dan kepada publik.
Aryo Tondang, satu diantara korban penghalang-halangan jurnalis oleh Ipda Maulana anggota Humas Polda Jambi menyayangkan sikap Kapolda Jambi dan jajarannya yang sampai saat ini belum merespons tuntutan wartawan.
Dia mengatakan bahwa, penghalangan kerja jurnalistik adalah pelanggaran hukum yang tidak dapad ditoleril. Katanya, jurnalis hadir untuk kemanusiaan, untuk kepentinga publik, dan untuk pengawal demokrasi.
"Wartawan yang bekerja profesional dianggap sebagai penggangu. Teman-teman, jurnalis adalah musuh penjahat kemanusiaan, jika ada yang teracam dengan kehadiran jurnalis, maka dia adalah penjahat kemanusiaan," kata Aryo dalam orasinya.
BACA JUGA: Beri Usulan Tetang Formulasi Jamrek, Fasha: Harus Cash atau Deposito
Hari ini, sejumlah masyarakat sipil yang terdiri dari mahasiswa, aktivis, jurnalis, dan seniman melakukan aksi September Hitam di Mapolda Jambi. Aksi ini sebagai peringatan banyaknya peristiwa kemanusian yang terjadi sepanjang September dari tahun ke tahun.
Massa mengecam aksi arogansi kepolisian, dan mempertanyakan kasus mandek yang berhubungan dengan peristiwa kemanusiaan. Seperti kematian Munir, Marsinah, Tragedi 98, Tragedi Semanggi, hingga kematian Affan Kurniawan, ojol yang dilindas kendaraan tamtis Brimob.
Sejumlah massa membawa poster yang berisi kalimat protes, pada Jumat (29/9/2025). Poster tersebut ditempel di pagar dan pohon halaman depan Polda Jambi. Massa menggelar lapak baca, orasi, dan panggung seni.
"Ini adalah bentuk perlawanan bahwa pernah terjadi di Indonesia pembunuhan, genosida, pembungkaman pada bulan September. Kita mengenang bahwa adanya rekan-rekan yang dibunuh atas represifitas negara," kata Zikri, Jumat.
