JAMBIUPDATE.CO, JAMBI – Perkara jual beli tanah yang belum tuntas di Jalan Pangeran Hidayat, RT 11, Kelurahan Suka Karya, Kecamatan Kota Baru, Kota Jambi tak kunjung menemui titik terang. Kasus yang bergulir sejak 2010 itu kini kembali mencuat seiring pelaksanaan constatering atau pencocokan objek eksekusi oleh pengadilan, Rabu (9/10/2025).
Constatering atau pencocokan objek putusan eksekusi oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ini dirasa para pihak tergugat tidak dapat diterima. Karena, permohonan eksekusi pada 2019 tidak diterima oleh PN Jambi, sesuai Putusan Pengadilan Negeri Jambi dengan nomor 59/Pdt.G/2019/PN Jmb.
BACA JUGA: Satu Malam, Empat Toko di Kota Jambi Diserang dan Dijarah Geng Motor
Kuasa Hukum tergugat 1 hingga tergugat 8, Nurhasan, mengatakan perkara ini seharusnya tidak melibatkan semua ahli waris. Menurutnya, hubungan hukum hanya terjadi antara penggugat dan tergugat 1.
“Yang melakukan perbuatan itu satu orang dan sudah dipidana. Tapi perdata ini delapan orang. Kalau menurut saya, pidana dan perdata itu satu rangkaian. Kalau ada akibat hukum ke delapan orang, mestinya semuanya juga kena pidana,” ujar Nurhasan.
Ia menjelaskan, objek tanah dalam perkara ini masih bersertifikat hak milik atas nama almarhumah PR Enah, ibu para tergugat. Hingga kini, belum ada penetapan waris ke tergugat, termasuk tergugat 1.
“Jadi sertifikat itu atas nama orang lain yang secara hukum tidak terkait dengan perkara ini. Tapi kita tetap menghormati keputusan pengadilan. Kalau ada yang tidak sesuai, tentu ada langkah hukum yang bisa ditempuh,” katanya.
Meski begitu, pihaknya tetap membuka ruang musyawarah. “Kita menyambut baik musyawarah yang disarankan panitera PN Jambi tadi, sepanjang tidak merugikan,” tambahnya.
BACA JUGA: Silaturahmi dengan Pemkab Kerinci, Anggota DPR RI SY Fasha Serahkan Bantuan Alsintan
Kasus ini bermula dari rencana jual beli tanah antara almarhum H Gusmaliadi (suami penggugat Hj Imlatmi) dan tergugat 1, Ravian Endin. Ravian mengaku nilai jual tanah tersebut Rp1,4 miliar dengan sistem pembayaran bertahap.
“Mereka janji dalam tiga bulan melunasi. Tapi sampai sembilan bulan tidak ada itikad baik. Akhirnya kami buat perjanjian baru. Kalau lewat batas waktu, jual beli batal, uang panjar hangus, dan tanah boleh dijual ke pihak lain. Akhirnya saya jual ke pihak Mazda,” jelas Ravian.
Ia menyebut sudah menerima sekitar Rp980 juta dari pihak pembeli, sementara penggugat mengklaim telah membayar Rp1,2 miliar.
Sementara itu, kuasa hukum penggugat, Fauzan Haryadi, menyebut perkara ini sudah berjalan lama. Menurutnya, kliennya sudah membayar panjar Rp1,2 miliar, namun tanah justru dijual lagi ke pihak lain.
“Objek sengketa ada dua bidang tanah. Yang depan sudah dibeli pihak Mazda dan sudah ada putusan. Maka klien kami berhak atas bidang belakang. Makanya kami ajukan pencocokan objek untuk eksekusi,” ujarnya.
Fauzan menyebut tanah tersebut memiliki dua nomor sertifikat, yakni 114 (depan) dan 115 (belakang). “Yang di-constatering ini sertifikat nomor 115,” katanya.
Ia berharap tergugat memiliki itikad baik untuk menyelesaikan pembayaran. “Karena ini soal utang, tetap harus diselesaikan. Kami tetap mengedepankan musyawarah kekeluargaan agar perkara ini tidak berlarut-larut,” pungkas Fauzan.(*)
