iklan
Pengusaha mineral dan batu bara di 12 provinsi perlu mengubah perilakunya kalau tidak mau berurusan dengan KPK. Sebab, hasil kajian komisi antirasuah itu menemukan 50 persen dari 7.501 izin usaha pertambangan saat ini tidak clean and clear."Ujung-ujungnya, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) berpotensi hilang hingga triliunan rupiah.

Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, 12 wilayah itu adalah Provinsi Riau, Jambi, Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Maluku Utara. "Di sektor pajak, total 10.900 ijin, tetapi yang punya NPWP hanya 4.000," tuturnya.

Oleh sebab itu, pada Jumat (7/2) KPK mengundang gubernur, Dirjen Minerba, dan kementerian lembaga untuk membahas itu. Lembaga pimpinan Abraham Samad itu menyampaikan apa yang telah menjadi kajiannya selama ini. Disampaikan Busyro, poin yang disampaikan adalah persoalan di tata kelolah, arah pengelolaan, hingga keberpihakan pengelolaan.

"Apakah sesuai dengan konstitusi kita. Ada ketidakadilan pengelolaan dan rakyat tidak bisa menikmati sektor itu," tuturnya. Muara dari pembahasan itu adalah intervensi dari KPK supaya lubang masalah bisa ditutup. Setelah ini, KPK akan mendatangi provinsi-provinsi itu untuk melihat dan member masukan.

Sementara, Dian Patria dari Direktorat Litbang KPK mengatakan, potensi kerugian sangat besar. Dari sektor batu bara misalnya, potensinya menembus USD 1,2 miliar atau sekitar Rp 14 triliun. Sedangkan disektor mineral, mencapai USD 25 juta atau Rp 300 miliar.

"Ada juga temuan dari tim OPN (optimalisasi penerimaan negara), hasil audit mereka dari 2003 hingga 2011 ada kekurangan bayar Rp 6,7 triliun ke negara dari sektor Minerba," ungkapnya.
--batas--
Lebih lanjut Dian menjelaskan, cadangan Minerba terutama batu bara di Indonesia sangat kecil. Hanya 2,8 persen di dunia. Ajaibnya, Indonesia menjadi salah satu negara pengeskpor terbesar yang tidak diikuti tingginya pemasukan. Kajian KPK juga menunjukkan kalau potensi kerugian selalu berulang.

"Miris memang, pemasukan ke negara itu tidak sampai Rp 5 triliun. Kecil sekali," katanya. Dia menegaskan kalau KPK akan berusaha keras untuk menekan kerugian negara. Pihaknya mendorong daerah agar membereskan persoalan perijinan di tahun ini. Diharapkan, akhir tahun tidak lagi ada masalah.

Lantas, ada dorongan juga untuk fokus pada pelaksanaan kewajiban perusahaan untuk membayar piutang. Macam-macam besarannya, disebutkan Dian ada USD 58,8 juta piutang tersebut. Kalau tahun ini tidak diselesaikan, direkomendasikan perusahaan itu tidak bisa melakukan ekspor.

Usulan lainnya dari KPK adalah, barang baru bisa dikirim kalau pembayaran sudah dilakukan. Nanti, Dirjen Minerba diharapkan membuka kerja sama dengan Bea Cukai sebagai penjaga diujung. "Kami minta ke Dirjen Minerba, pembayaran sebelum dikirim. Kalau ada dokumen belum beres, tidak dikirim," terangnya.

Saat ini, arah dari kajian itu untuk pencegahan. Meski demikian, bukan tidak mungkin KPK membuka penyidikan kalau ada penyelewengan. Apalagi, jelas kalau ada proses yang bermasalah dan memiliki dampak pada sektor pemasukan ke kas negara. "Diharapkan hanya sampai pencegahan, tapi kalau ada yang nggak mau dan ada unsur fraud, bisa saja dilakukan penindakan," tegas Busyro.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images