Setelah mangkir, Rekanan dari Rumah Makan Pusako, Selasa (18/3) (Kemarin red) memenuhi panggilan penyidik untuk dimintai keterangan, terkait penyelewengan anggaran dana konsumsi pada acara Perkemahan Putri Nasional (Perkempinas) pada tahun 2012.
Pantauan media ini di Kejati Jambi, Rekanan dari Rumah Makan Pusako, datang ke Kejati Jambi untuk memenuhi panggilan sekitar pukul 10:30 WIB, rekanan ini diperiksa diruangan Kasi Pemulihan dan Perlindungan Hak, Jaka Wibisana.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Jambi, Iskandarsyah, membenarkan bahwa penyidik sedang memeriksa satu rekanan untuk dimintai keterangan. ”Iya, sekarang lagi diperiksa diruangan Kasi Pemulihan dan Perlindungan Hak, Jaka Wibisana,” ujar Kasi Penkum Kejati Jambi, Iskandarsyah kepada sejumlah wartawan. Selasa (18/3).
Sementara itu terkait ditemukannya penyelewengan anggaran dana konsumsi pada acara Perkempinas pada tahun 2012, sebelumnya penyidik sudah memeriksa lima rekanan yaitu Rumah Makan Pagi Sore, Rumah Makan Gantino Baru, Wulan Katering, Rumah Makan Pusako, Roti dan Kue Olala, Rumah Makan Patamuan Baru dan Wahyu.
Namun salah satu sumber terpecaya media ini di Kejati Jambi mengatakan bahwa Rabu (19/3) (Hari ini red) penyidik akan memeriksa Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Tranmigrasi Provinsi Jambi, Haris AB, yang menjabat sebagai penanggungjawab bidang konsumsi pada waktu itu. ”Besok (Hari ini red) Haris akan dimintai keterangan terkait penyelewengan dana konsumsi,” kata salah satui sumber media ini yang enggan menyebutkan namanya.
Pada pemberitaan sebelumnya, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi, Syaifudin Kasim mengatakan setelah memeriksa beberapa saksi dalam kasus Perkempinas, penyidik menemukan fakta baru terkait penyelewengan anggaran dana konsumsi. Nilai yang diduga fiktif sebesar Rp 500 juta. ”Besar kemungkinan akan ada tersangka baru dalam kasus ini,” ujar Kajati Jambi, Syaifuddin Kasim.
Penemuan fakta baru ini berdasarkan dokumen dan keterangan dari pemilik rumah makan tempat pemesanan komsumsi pada acara Perkempinas pada tahun 2012.
Kasim menyebutkan bahwa modus yang digunakan adalah dengan membuat kwitansi fiktif dengan melakukan mark up nilai uang dalam SPj. “Ada pemilik rumah makan yang hanya tandatangan saja, tapi tidak pernah menerima uang. Ada pula yang hanya tandatangan kwitansi sebesar Rp 200 juta, tapi yang dibayarkan hanya Rp 20 juta,” tegasnya.
Untuk diketahui, pada kasus Kwarda Jilid II dan Perkempinas penyidik sudah menetapkan, Syahrasaddin sebagai tersangka. Dia terseret kasus dugaan penyalahgunaan dana bagi hasil antara Kwarda Pramuka Jambi dengan PT Inti Indosawit Subur (IIS), dengan perjanjian 30 persen untuk Kwarda Pramuka dan 70 persen untuk PT IIS.
sumber: jambi ekspres