DENGAN mengetahui kemampuan sistem, kita dapat memahami baik tidaknya atau stabil tidaknya sistem politik. Salah satu aspek yang dapat memahami kemampuan sistem politik adalah aspek kemampuan pengaturan perilaku individu dan masyarakat (Regulative capability), selain aspek lainnya yaitu extractive capability, distributive capability, symbolic capability, responsive capab dan domestic and international capability. Persoalan kemampuan pengaturan perilaku individu dan masyarakat belakangan ini menjadi sorotan di Indonesia , karena pemerintah dianggap kurang mampu mengontrol atau mengendalikan perilaku individu dan masyarakat. Mudah-mudahan bangsa Indonesia semula dianggap sebagai bangsa beradab tidak menjadi bangsa yang biadab.
Demand Keamanan dan Keselamatan
Fakta terbaru berikut menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memenuhi tuntutan asuransi keselamatan terhadap masyarakat yang sedang berada di Indonesia.
Pertama : Kasus berondongan senjata terhadap tahanan lapas Cebongan Sleman Yogyakarta, seharusnya mereka dapat tenang menebus dosa di lapas tersebut. Kedua. Kasus turis bali yang merekam yang disebarluaskan melalui You tobe tentang perilaku Polantas Bali yang melakukan tindakan korupsi dengan cara intimidasi memanfaatkan fungsinya sebagai pengontrol bagi pengendara yang tidak menggunakan helm. Ini juga juga mencoreng nama baik Indonesia. Ketiga : oknum staf pemerintahah Pariaman ketika ditanya kenapa jembatan gantung yang sudah runtuh tidak diperbaiki, dengan santai tanpa beban (easy going) mengatakan : bahwa jembatan gantung yang runtuh itu bukan aset pemerintah daerah. Seolah masyarakat sudah kehilangan sense kemanusiaan, dengan kata lain hilangnya rasa berempaty, bagaimana perjuangan anak-anak sekolah harus berenang menyebarangi sungai hanya untuk memenuhi kewajibannya belajar ke sekolah tujuan yang berada diseberang sungai. Keempat : Kasus Ana Mudrika (14 tahun) akhirnya meninggal dunia karena lima rumah sakit di Jakarta menolak untuk merawat Ana Mudrika dengan berbagai alasan. Kelima : Bayi yang dipotong jarinya oleh Dokter tanpa persetujuan terlebih dari pihak orang tua si bayi. Keenam : kelompok preman Hercules yang keanggotaannya semakin banyak mengakibatkan ketenangan masyarakat terganggu akibat pemalakan dan setelah banyak korban baru Polri bertindak. Ketujuh : Pesawat lion yang gagal mendarat di bandara Ngurah Rai, akhirnya pesawat mendarat di sungai.
Memperkuat koordinasi, pengendalian dan Kontrol.
Untuk mengatur perilaku masyarakat sehingga keamanan dan keselamatan masyarakat terpelihara, maka fungsi koordinasi dengan instansi terkait, pengendalian dan control harus ditingkatkan. Tentu ini semua dituntut political will dan sense yang tinggi dari aparatur pemerintah untuk keamanan dan keselamatan bangsa.
Kasus berondongan tembakan di lapas cebongan tidak akan terjadi jika aparatur Polri melakukan tindakan antisipatif dengan TNI kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi. Kasus turis terhadap oknum Polantas dan staf di kabupaten Pariaman serta kasus meninggalnya Ana Murdika dapat diantisipasi jika komandannya atau atasan selalu mengingatkan dan memberikan pengarahan kepada pegawainya agar menjaga nama baik institusi dan mengutamakan kepentingan umum. Bukan memberikan jawaban-jawaban yang dapat membuat blunder, akibatnya merusak nama korp dan institusi. Selanjutnya Polri diharapkan selalu waspada terhadap eksistensi preman, jangan menunggu organisasi preman berkembang lebih besar. Gunakan naluri militer yang pernah dipraktekkan di Orde baru, sebelum musuh keluar harus segera ditangkap, sebelum preman berkembang segera dipersempit ruang geraknya, jangan pula oknum Polri dan TNI malah sebagai pelindung preman-preman.
Penulis adalah dosen PNSD Kopertis Wil X dan Ketua STISIP Nurdin Hamzah serta Ketua Pelanta (Komunitas Penulis Jambi)
Demand Keamanan dan Keselamatan
Fakta terbaru berikut menunjukkan kegagalan pemerintah dalam memenuhi tuntutan asuransi keselamatan terhadap masyarakat yang sedang berada di Indonesia.
Pertama : Kasus berondongan senjata terhadap tahanan lapas Cebongan Sleman Yogyakarta, seharusnya mereka dapat tenang menebus dosa di lapas tersebut. Kedua. Kasus turis bali yang merekam yang disebarluaskan melalui You tobe tentang perilaku Polantas Bali yang melakukan tindakan korupsi dengan cara intimidasi memanfaatkan fungsinya sebagai pengontrol bagi pengendara yang tidak menggunakan helm. Ini juga juga mencoreng nama baik Indonesia. Ketiga : oknum staf pemerintahah Pariaman ketika ditanya kenapa jembatan gantung yang sudah runtuh tidak diperbaiki, dengan santai tanpa beban (easy going) mengatakan : bahwa jembatan gantung yang runtuh itu bukan aset pemerintah daerah. Seolah masyarakat sudah kehilangan sense kemanusiaan, dengan kata lain hilangnya rasa berempaty, bagaimana perjuangan anak-anak sekolah harus berenang menyebarangi sungai hanya untuk memenuhi kewajibannya belajar ke sekolah tujuan yang berada diseberang sungai. Keempat : Kasus Ana Mudrika (14 tahun) akhirnya meninggal dunia karena lima rumah sakit di Jakarta menolak untuk merawat Ana Mudrika dengan berbagai alasan. Kelima : Bayi yang dipotong jarinya oleh Dokter tanpa persetujuan terlebih dari pihak orang tua si bayi. Keenam : kelompok preman Hercules yang keanggotaannya semakin banyak mengakibatkan ketenangan masyarakat terganggu akibat pemalakan dan setelah banyak korban baru Polri bertindak. Ketujuh : Pesawat lion yang gagal mendarat di bandara Ngurah Rai, akhirnya pesawat mendarat di sungai.
Memperkuat koordinasi, pengendalian dan Kontrol.
Untuk mengatur perilaku masyarakat sehingga keamanan dan keselamatan masyarakat terpelihara, maka fungsi koordinasi dengan instansi terkait, pengendalian dan control harus ditingkatkan. Tentu ini semua dituntut political will dan sense yang tinggi dari aparatur pemerintah untuk keamanan dan keselamatan bangsa.
Kasus berondongan tembakan di lapas cebongan tidak akan terjadi jika aparatur Polri melakukan tindakan antisipatif dengan TNI kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi. Kasus turis terhadap oknum Polantas dan staf di kabupaten Pariaman serta kasus meninggalnya Ana Murdika dapat diantisipasi jika komandannya atau atasan selalu mengingatkan dan memberikan pengarahan kepada pegawainya agar menjaga nama baik institusi dan mengutamakan kepentingan umum. Bukan memberikan jawaban-jawaban yang dapat membuat blunder, akibatnya merusak nama korp dan institusi. Selanjutnya Polri diharapkan selalu waspada terhadap eksistensi preman, jangan menunggu organisasi preman berkembang lebih besar. Gunakan naluri militer yang pernah dipraktekkan di Orde baru, sebelum musuh keluar harus segera ditangkap, sebelum preman berkembang segera dipersempit ruang geraknya, jangan pula oknum Polri dan TNI malah sebagai pelindung preman-preman.
Penulis adalah dosen PNSD Kopertis Wil X dan Ketua STISIP Nurdin Hamzah serta Ketua Pelanta (Komunitas Penulis Jambi)