iklan
(Pengalaman Empiris Menggunakan Rujukan)

Ada pemeo yang mengatakan bahwa orang miskin tidak boleh sakit, karena pengobatan mahal dan mereka tidak diasuransikan secara ekslusive, kalaupun  ada mereka diasuransikan hanya sekadarnya melalui program Asuransi Kesehatan Miskin (Askeskin) dan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Padahal dalam prinsip public policy dikemukakan bahwa kebijakan harus berorientasi kepada masyarakat kecil (wong cilik). 

Lain lagi, bagi PNS yang punya uang pas-pasan dan tidak pandai korupsi,  ia dapat menggunakan haknya dengan menggunakan fasilitas askes yang katanya relative lebih baik ketimbang pelayanan askeskin atau Jamkesmas. Hal ini memang benar, kekurangan pada pelayanan Askes  ternyata belum maksimal jika mengacu kepada prinsip pelayanan prima. Untuk pelayanan Askes ini perlu kesabaran yang luar biasa, apalagi jika pelayanan pengobatan tidak tersedia dan harus melakukan rujukan. Pada kesempatan ini penulis mencoba memberikan gambaran terhadap hal tersebut.


Pertama. Jika anda mau berobat ke Rumah Sakit Umum (RSU) dengan menggunakan fasilitas kartu Askes, anda harus ke Puskesmas untuk minta rujukan. Di Puskesmas, paling cepat anda mendapat surat rujukan dalam durasi satu jam. Kenapa demikian? Hal ini disebabkan masyarakat harus antri mendapat pelayanan satu persatu dan loket baru buka untuk melayani paling cepat jam 8.00 WIB  serta pasien baru di panggil satu persatu mulai jam 8.30 WIB.


Kedua. Dari Puskesmas ke Rumah Sakit Umum paling tidak makan waktu 30 menit, kemudian mendaftarkan diri ke sekretariat Askes untuk mendapatkan resep Askes yang akan diisi oleh dokter dan persetujuan dari askes bahwa pasien boleh mendapat pelayanan dengan fasilitas Askes.


Ketiga. Dari sekretariat Askes, anda antri ke loket pelayanan rumah sakit Umum yang melayani pelayanan askes untuk di teruskan ke poly yang direkomendasikan oleh Askes.  Selanjutnya anda memasukkan berkas ke ruang poly untuk pemeriksaan dokter. Menunggu panggilan dokter poly lebih kurang 30 hingga satu jam pula waktu kita terbuang.


Keempat : Persoalan sering muncul, ditempat pelayanan dokter atau bagian substantive ini kadang harus menunggu lama dengan alasan dokter sedang visit atau pun sedang rapat, maka pasien sekali lagi harus sabar menunggu dokter datang.  Disini kunci persoalannya, dokter jarang sudah langsung berada di ruang poly jam 8.00 WIB, paling cepat jam 9.00 WIB  atau jam 10.00 WIB  baru berada di tempat, mungkin mereka malamnya capek  habis praktek melayani pasien hingga malam hari. Seandainya dokter datang jam 8.00 WIB paling tidak ia sudah dapat  mulai melayani pasien umum yang berobat kesana.

Ditempat poly ini tidak membedakan pelayanan pasien umum dan pasien askes (rujukan dari puskesmas). Jika lagi nasib apes dokter di poly sedang ikut rapat, maka pasien harus menunggu pula sampai dokter selesai rapat. Oknum pasien yang agak beranipun berkata : kenapa rapat tidak dilakukan sore atau malam hari saja? Seorang oknum  di bagian saraf Rumah Sakit Raden Mattaher dengan enteng mengatakan bahwa kalau sore dan malam, kami buka praktek untuk cari uang. Berarti jika melayani pasien askes, berarti mereka hanya pengabdian karena mendapat uang ala kadarnya. Pantas saja  kalau memberikan pelayanan kepada pasien askes terkesan kurang ramah dan mau cepat-cepat.


Kelima : selesai diagnosis dokter dan setelah dokter mencatat obat-obat yang akan di beli di apotik askes, anda harus kembali ke secretariat askes untuk di rekap nama-nama obat yang akan di beli di apotik askes.  Selanjutnya anda menuju ke apotik askes yang letaknya agak  jauh (bukan di lingkungan  rumah sakit umum). Disana anda harus antri paling cepat satu jam lagi, karena yang antri mengambil obat tidak sedikit. Jadi jika anda keluar rumah jam 7.30 menuju Puskesmas, paling cepat anda baru sampai ke rumah kembali jam 12.00 siang.


Penyempurnaan


Penulis mempunyai pemikiran bagaimana agar pelayanan ini bisa lebih mempersingkat waktu, dengan demikian prinsip pelayanan prima dapat dipenuhi.

Pertama. Pemerintah perlu membangun rumah sakit khusus bagi pelayanan pasien Askes secara terpadu. Di  kompleks rumah sakit Askes perlu disediakan  Apotik Askes. Dengan demikian pasien tidak perlu lagi ke puskesmas dan harus pergi ke tempat apotik askes yang lokasi tidak berada di lokasi pengobatan.

Kedua. Dokter yang melayani pasien askes harus ditambah incentifnya lebih memadai lagi , sehingga mereka tidak lagi mengutamakan praktek di luar jam dinas resmi.


Ketiga. Dokter untuk pelayanan Askes jangan lagi dibebankan dengan tugas-tugas pelayanan visit ke zal-zal, ikut rapat atau kegiatan penataan/manajemen  ketika jam-jam pelayanan, Ini tentu akan mengganggu  kelancaran mereka dalam melaksanakan tugas substantive. Dalam buku Pokok-Pokok ilmu administrasi (The Liang Gie, 2008: 15) dikatakan bahwa administrasi adalah rangkaian kegiatan penataan terhadap pekerjaan substantive dalam mencapai tujuan tertentu. Jika mengacu pada defenisi ini,  dokter tidak dibebani dengan tugas-tugas penataan/manajemen tetapi mereka harus focus saja melakukan pekerjaan substantive (diagnose penyakit pasien). Dengan demikian pasien Askes dapat dilayani secara prima, tidak lagi ngedumel “ah pelayanan dengan kartu Askes lambat”, dust pasien dapat dilayani secara lebih cepat. Secara psikis pasien akan cepat sembuh kalau hatinya disenangkan, bukan malah menambah bikin kesal.


----------------------------------

Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Politik (STISIP) Nurdin Hamzah dan Ketua Pelanta (Forum Komunikas Penulis Jambi).

Berita Terkait



add images