iklan
Kurikulum 2013 adalah sebuah harapan. Salah satu yang membedakan kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya adalah penekanan pada pendidikan karakter.Kurikulum 2013 dalam kompetensi inti ‘memerintahkan peserta didik untuk menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya dan berperilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia (Kemdikbud)

Untuk itu, puasa bisa dimanfaatkan untuk memberi pencerahan pada pendidikan karakter karena keduanya punya visi dan misi yang sama, ingin membuat manusia menjadi insan kamil. Kalau kita ‘agak susah’ memformulasikan pendidkan berkarakter di sekolah, alangkah baiknya kita ‘belajar’ dari ibadah puasa.

Secara sederhana pendidikan karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan yang mempengaruhi karakter anak-anak yang diajar. Dr Thomas Lickona mendefinisikan pendidikan berkarakter adalah usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli, dan bertindak berdasarkan nilai-nilai etika inti.”

Pendidikan karakter ini lebih menekankan pentingnya tujuh pilar karakter: (1) honesty (ketulusan, kejujuran); (2) kindness (rasa sayang); (3) generosity (kedermawanan); (4) courage (keberanian); (5) freedom (kebebasan); (6) equality (persamaan), dan (7) respect (hormat) (http://www.ascd.org)

Dalam laman Mandikdasmen, Prof. Suyanto, PhD menjelaskan bahwa karakter adalah “cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara”, dan memaparkan sembilan pilar karakter: (1) cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; (2) kemandirian dan tanggungjawab; (3) kejujuran/amanah, (4) hormat dan santun; (5) dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; (6) percaya diri dan pekerja keras; (7) kepemimpinan dan keadilan; (8) baik dan rendah hati, dan; (9) toleransi, kedamaian, dan kesatuan.

Jadi, pendidikan karakter tidak hanya sekedar mengajarkan mana yang benar dan manayang salah,  tapi ingin mentradisikan  kebiasaan tentang  hal  yang  baik  sehingga siswa mampu merasakan nilai yang baik  dan mau melakukannya.

Dihubungkan dengan ibadah puasa, Dr. Yusuf Qardhawi mengungkapkan ada lima rahasia puasa yang bisa dirasakan kenikmatannya dan ini sangat relevan dengan perspektif pendidikan berkarakter.

Pertama, puasa itu menguatkan jiwa. Dalam hidup, tak sedikit kita dapati manusia yang didominasi oleh hawa nafsunya, lalu menuruti apapun yang menjadi keinginannya meskipun mengganggu serta merugikan orang lain. Karenanya, puasa dan pendidikan berkarakter “diperintah” untuk memerangi hawa nafsu dan mengendalikannya, bukan membunuh nafsu yang membuat kita tidak mempunyai keinginan terhadap sesuatu yang bersifat duniawi.

Kedua, puasa itu mendidik kemauan. Puasa dan pendidikan berkarakter mendidik seseorang untuk memiliki kemauan (intellectual curiosity) dalam kebaikan, meskipun untuk melaksanakan kebaikan itu terhalang oleh berbagai kendala. Puasa dan pendidikan berkarakter akan membuat seseorang terus mempertahankan keinginannya untuk berbuat baik, meskipun peluang untuk menyimpang begitu besar.

Ketiga, puasa itu menyehatkan. Disamping kesehatan dan kekuatan pikiran, puasa juga memberikan pengaruh positif berupa kesehatan jasmani dan inilah yang diinginkan oleh pendidikan berkarakter. Pendidikan berkarakter sangat mengutamakan kesehatan guru dan siswa karena kesehatan lah yang mengawali pendidikan yang menciptakan siswa berkarakter.

Keempat, puasa itu mengenal nilai kenikmatan. Dalam hidup ini, sebenarnya banyak kenikmatan yang Allah berikan kepada manusia, tapi banyak pula manusia yang tidak pandai mensyukurinya. Untuk itu puasa dan pendidikan berkarakter meminta seseorang untuk memperhatikan dan merenungi, apa yang diperolehnya sehingga bisa dibagi kepada yang membutuhkan (dermawan).

Kelima, puasa itu mengingat dan merasakan penderitaan orang lain (toleransi). Merasakan lapar dan haus (akan ilmu pengetahuan) juga memberikan pengalaman kepada kita bagaimana beratnya penderitaan yang dirasakan orang lain, bagaimana menderita orang yang tidak berilmu.  Puasa dan pendidikan berkarakter akan menumbuhkan rasa solidaritas kita atas penderitaan yang alami oleh orang lain.

Keenam, Rasulullah saw. bersabda: “Berpuasalah, karena puasa dapat melunakkan ketegangan syaraf dan menghilangkan kesulitan” (Kanz al-“Ummal). Jelas sekali bahwa kehidupan kita khususnya pendidikan merupakan proses yang melelahkan. Begitu banyak kendala dan tantangan yang dihadapi. Maka puasa dan pendidikan karakter bisa menjadi ‘obat’ pengendali perasaan ini.

Ketujuh, Nabi saw juga bersabda, “puasa itu penjaga. Maka, janganlah seseorang berkata-kata buruk dan berbuat kebodohan”. Hidup dan mendidik adalah proses komunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Tentu saja proses ini mesti dilakukan dengan sabar dan mempertimbangkan ‘perasaan’ lawan bicara kita. Disini puasa bisa dijadikan landasan sehingga apa yang dikomunikasikan lebih bermakna bagi orang lain.

Menurut sebuah situs dan penelitian para ulama ibadah puasa mempunyai hikmah yang membuat manusia berkarakter: (1) melatih jiwa dan memelihara watak amanah; (2) menempa jiwa; (3) menghilangkan dan mengendalikan sifat rakus dan tamak; (4) mengurangi hawa nafsu; (5) membiasakan diri bersikap sabar; (6) introspeksi diri; (7) membentengi diri dari segala perbuatan jahat; (8) menggerakan hati orang-orang kaya supaya menyantuni; (9) menghidupkan kekuatan fikiran; (10) meningkatkan kesehatan dan kebugaran tubuh.

Begitu kental hubungan positif dan konstruktif antara puasa dan pendidikan berkarakter dan begitu banyak pula yang tidak diekspos dalam tulisan ini. Kadang-kadang kita susah mencari “referensi”. Alhamdulillah, pendidikan berkarakter sudah punya referensi yang sangat relevan dengan kehidupan kita, yaitu ibadah puasa. Sudah saatnya penentu kebijakan merujuk ibadah ini sebagai pondasi pendidikan berkarakter. Mari kita coba!

*) Pemerhati Pendidikan, Guru MAN Muara Bulian, Anggota PELANTA

Berita Terkait