iklan

Puasa selalu identik dengan kesabaran. Ketika puasa kita harus sabar tidak makan  dan  minum, sabar tidak marah, sabar tidak menggunjing sesama manusia serta sabar tidak melakukan hubungan suami istri di siang hari. Jika tidak mampu mengendalikan kesabaran ini, maka sia-sialah puasa karena dianggap batal. Artinya pahala tidak diperoleh bahkan dosa yang didapat, gara-gara   tidak sabar alias hanya mengikuti hawa nafsu semata.  Mari kita simak secara seksama dan lebih detail lagi makna dari kesabaran tersebut. Secara umum, sabar  berarti tidak mengeluarkan, baik mengeluarkan dalam bentuk fisik maupun mengeluarkan secara verbal.  Mengeluarkan secara fisik, seperti mengeluarkan air mata, mengeluarkan muntah, mengeluarkan kotoran telinga, atau mengeluarkan secara sengaja air syahwat. Mengeluarkan dalam makna verbal , seperti mengeluarkan kata-kata yang tidak senonoh, marah, mengeluarkan kata-kata sumpah serapah , bergunjing. Dalam puasa jika kita tidak mengeluarkan hal diatas dapat membatalkan puasa. Sabar secara hakekatnya selalu dikonotosikan terhadap tiga hal : (1) ketaatan, (2) maksiat, (3) musibah. Jika kita sadari bahwa puasa itu dimulai dari waktu imsak.  Apa pula makna imsak? Imsak dapat diartikan mengendalikan. Jika kita tidak mampu mengendalikan atau tidak sabar terhadap hal-hal yang membatalkan puasa, maka berarti puasa kita tidak syah.

Ketaatan/Iman

Puasa dapat memaksakan umat muslim berbuat taat/iman kepada Allah, bahkan ada yang mengatakan jika sedang berpuasa secara khusuk dan tawadhuk seolah manusia bisa memiliki sifat seperti  malaikat. Mereka yang taat inilah yang dijanjikan pahala oleh Allah SWT. Sabar dilakukan orang beriman, demi pengabdian total dengan Allah. Selama puasa, hal yang mustahil, orang-orang tidak beriman mampu  melaksanakan tarawih dan tadarus.  Mereka-mereka yang taat dalam menghayati puasa akan semakin rendah hati. Malam harinya mereka yang beriman dituntut pula  memahami kitab suci melalui tadarus. Disamping membaca Alqur’an kita diharapkan mendalami makna kandungannya secara afektif dan psikomotor. Itulah makna dari tadarus secara kaffah. Selama masa puasa, mereka yang  punya iman yang mampu melaksanakan pula sholat tarawih dan witir. Sholat tarawih dan witir dimaksudkan agar kita makin mendekati dengan Allah. Kelompok music  Bimbo, pernah menyanyikan lagu Tuhan ciptaan Taufik Ismail yang dalam bagian syairnya mengatakan :  aku jauh, Engkau (Allah) jauh. Aku dekat, Engkau dekat…… dst.

Maksiat

Melalui puasa diharapkan sabar dan makin menjauh dari perbuatan maksiat, sedang mereka suami istri syah saja dilarang melakukan hubungan suami istri di siang hari. Jika ia suami istri melakukan hal tersebut, maka ia harus membebaskan budak dan atau mengganti puasa 60 hari berturut-turut. Begitu berat sanksi/punishment agar kita menghormati bulan puasa. Lantas kita tidak bisa bayangkan mereka yang bukan muhrim melakukan hal-hal maksiat/zina. Di  luar. bulan puasa saja akan mendapat ganjaran hukuman berat, apalagi jika mereka melakukannya di bulan puasa. Anguzubillahi min zalikh.

Musibah

Sabar juga selalu dikaitkan musibah, insya Allah mereka yang sudah terlatih berpuasa, jika menghadapi musibah akan terbiasa. Jika memperoleh musibah tidak mendapat makanan karena banjir, gempa bumi atau hal-hal lain sehingga ia tidak memperoleh makanan, maka mereka  sudah terlatih kesabarannya ketika bulan puasa.  

Sabar yang Salah.

Jangan pula karena sabar,  kita berlaku permissive  terhadap orang-orang  yang menyimpang dari moral dan ajaran agama yang kita yakini kebenarannya.  Kejadian menarik yang baru penulis alami di salah satu mesjid di kota metropolitan Jakarta, dimana ketika sholat tarawih penulis terpaksa harus menegur seorang remaja wanita menggunakan celana shot dan baju kaos oblong.  Remaja wanita ini dengan easy going menenteng sajadah, kain dan mukena sampai di depan halaman mesjid. Melihat tidak satupun yang menegur remaja tersebut, penulis memberanikan diri mendekati remaja tersebut dengan memberi advise dan peringatan , bahwa pakaian yang digunakan itu lebih pantas untuk sport club. Lebih lanjut penulis kemukakan kalau menuju mesjid harus menggunakan pakaian muslimah, karena menampakkan aurat adalah dosa apalagi menuju rumah Allah yang kita sucikan. Lebih santun jika menuju mesjid sudah langsung menggunakan kain dan mukena, sehingga yang ditenteng   hanya sajadah. Kalau penulis permissive  tidak menegur remaja wanita yang menggunakan celana shot dan baju kaos oblong tersebut, berarti penulis terjebak dalam kesabaran yang salah.

-------------------------------------
Penulis adalah Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi dan Ketua Pelanta.


Berita Terkait



add images