iklan
Berhasil mengalahkan Pertahana dalam pemilihan adalah satu kebanggaan. Terlebih lagi, Pertahana yang dikalahkan adalah keluarga yang trah politik mereka tidak diragukan lagi di bumi Sepucuk Jambi Sembilan Lurah. Siapa yang menyangka ini bisa berlaku, itu lah demokrasi.  Namun, Walikota terpilih jangan terlalu sumbar untuk kemenangan lima tahun kedepan. Perlu diinggat masih banyak persoalan yang harus diselesaikan, apalagi akan lahir tahun politik di republik ini.

Menghadapi masa peralihan kepemimpinan tentunya akan ada pergeseran jabatan di dalam birokrasi. Pembagian kue politik  suatu hal yang akan berlaku secara lumrahnya. Namun, apa yang menjadi kerisauan adalah jangan sampai kuasa-kuasa itu jatuh ditangan yang “rakus”? Masih segar diinggatan kita bagaimana pemerintahan SBY yang pada awalnya diharapkan membawa kemajuan dalam pemerintahan. Sebaliknya mereka satu persatu menjadi pesakitan di bangku terdakwa. Bahkan sang petinggi sibuk mengurusi partainya agar mampu menang di pemilu 2014 nanti. Perilaku ini membalikkan adagium kesetiaan pada partai di utamakan dan loyalitas kepada rakyat dan pemerintah dibelakangkan.

Awan gelap seakan tidak pernah pudar dalam politik bangsa ini. Pemimpin yang menahkodai bangsa ini sibuk menebar pesona dan mematut-matutkan diri tanpa menyadari biduk yang kian hampir karam.

Apa yang perlu diinggat oleh Walikota Terpilih? Pertama Walikota jangan sibuk mengurusi partai pengusungnya. Bukan menjadi pilihan ataupun strategi bila partai pengusung kemenangannya diberi jatah dalam kabinetnya. Bila ini berlaku maka efisiensi kinerjanya untuk lima tahun kedepan tidak akan efektif. Mengapa? Jika tawar menawar kekuasaan terjadi maka indikasi penyalah gunaan kewenangan menjadi persoalan baru dalam pemerintahannya kelak. Ini telah terbukti pada kasus korupsi impor daging sapi. Di mana, tawar menawar kekuasaan telah mencederai koalisi yang dibangun oleh SBY. Tentunya untuk kota Jambi kita tidak mengharapkan demikian.   

Kedua, kenikmatan kekuasaan danjabatan. Bukan hal mutlak kekuasaan dan jabatan memberi kehormatan pada pemangkunya. Menjadi orang nomor satu adalah posisi yang dicari oleh semua individu. Namun, tidak sedikit juga yang terjerumus dalam penyalahgunaan kekuasaanya. Banyak kasus para penguasa menjadi terdakwa direpublik ini, kesemuanya itu dikarenakan mereka menyalahi kekuasaannya seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan tindakan asusila lainya. Apa yang dikatakan oleh Jacques Derrida (1994) kekuasaan bagaikan kenikmatan nokturnal yang mengantarkan kita keambang ektase dan kematian. Adalah benar para penguasa di bangsa ini banyak yang dibuikarena kenikmatan sesaatnya meski kebanyakannya hukuman bagi merekalebih ringgan dan tidak setimpal dengan kesalahannya. Bahkan mereka berjamaah mengaramkan bangsa ini. Namun, yang perlu disadari rakyat tetap akan menjadi pengadil bagi mereka.

Masyarakat Jambi tentunya mengerti pemimpin yang mereka pilih berlatar belakang pengusaha. Dalam dunia bisnis dan politik ianya memiliki rantai yang erat bagaikan gurita yang memiliki tangan yang banyak. Contohnya, bisnis para politisi mulai dari minyak bumi, gas alam, batu bara, media dan yang lainnya dari sabang sampai merauke dikuasai oleh para politisi dan petinggi negara. Oleh itu, Walikota terpilih harus berani untuk tidak mengutamakan kolega bisnisnya dalam pelaksanaan kibajakan pembangunan agar tidak berlaku premanisme proyek dan Nazarudinisme di kota Jambi.

Walau bagaimanapun, politik adalah kombinasi kekuasaan. Semua partai politik seakan bermusuhan, hakikatnya mereka adalah jamaah yang menikmati kekayaan negara ini. Ketiga, integritas pemberani. Dalam budaya masayarakat melayu, berbicara benar dan jujur adalah diutamakan. Bangsa ini dibangun atas keberanian dan darah oleh para pejuang kemerdekaan. Untuk itu pemimpin sekarang juga harus berani memutuskan mata rantai kejahatan dalam birokrasinya. Tidak ada kata tebang pilih bagi mereka penjarah harta rakyat. Walikota Jambi cukup mengerti posisi ekonomi Jambi dikuasai oleh segelintir orang yang memiliki akses kekuasaan. Lihat lah, bangsa kita telah maju kehadapan, kejatuhan ekonomi 1998 ditopang oleh keberhasilan para pengusaha menengah kebawah untuk menstabilkan kembali ekonomi Indonesia. Mereka tidak bergantung kepada negara, di Jambi saja begitu banyak ekonomi bawah yang menghidupi dirinya sendiri. Seperti gerai-gerai bandrek di pingir jalan yang menerangi kota Jambi. Oleh itu, Walikota terpilih harus mampu mendorong semangat optomisme masyarakatnya. Hal ini harus dibarengi dengan kebijakannya yang populis terhadap rakyat dan tidak mengutamakan kolega politiknya yang nanti akan mengaramkan ekonomi Jambi.

Bung Karno pernah menyatakan “Kalau kita lengah maka kita akan menghadapi penjajahan dari bangsa sendiri dan itu lebih susah karena kita akan berperang dengan bangsa kita sendiri” Mampukah Walikota terpilih untuk mengurangi kue politiknya terhadap partai pengusung dan donaturnya?


Penulis adalah tenaga pengajar di Sekolah Tinggi Ilmu sosial dan Politik (STISIP) Nurdin Hamzah Jambi. Anggota Pelanta dan Mahasiswa S3 dibidang Politik dan Pemerintahan Universiti Putra Malaysia

Berita Terkait



add images