iklan
Hakikat Ibadah Ramadhan
Semua rangkaian ibadah di bulan Ramadhan, baik yang wajib seperti puasa dan zakat, maupun yang sunah seperti tarawih dan tadarus, hakikatnya adalah media pelatihan rabbani agar kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan intelektual kita terus meningkat dari waktu ke waktu. Ini merupakan cara Tuhan menata kehidupan hamba yang dicinta-Nya. Supaya kita berevolusi menjadi pribadi yang semakin baik dan semakin siap menghadapi perjumpaan dengan-Nya.

Shalawat dan Salam
Shalawat dan salam mari kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad Saw. Nabi akhir zaman yang berhasil mengubah bangsa Arab pagan menjadi beriman. Yang terpecah karena fanatisme kesukuan, menjadi bersatu dalam persaudaraan. Yang egois karena membanggakan silsilah keturunan, menjadi humanis dan menjunjung tinggi asas kesetaraan. Beliaulah pemimpin yang lahir secara alami di tengah-tengah masyarakat yang membutuhkan figur amanah dan bisa dipercaya, sosok pemersatu yang diterima semua golongan, serta pribadi cerdas yang bisa menyelesaikan semua persoalan.

Kepemimpinan beliau tidak diperoleh secara instan melalui citra yang direkayasa. Tidak pula karena memanfaatkan kekuatan finansial meskipun istrinya, Khadijah adalah saudagar kaya, dan bukan juga karena faktor genetik karena beliau keturunan bangsawan Quraisy.

Kepemimpinan Rasulullah Saw. tumbuh melalui ketulusan untuk menyelamatkan umat dari kebiadaban tradisi Jahiliyah. Ditempa melalui beragam cacian, makian, intimidasi, dan perlakuan keji. Serta dikuatkan oleh jasa baik yang manfaatnya dirasakan semua kabilah Arab.
Alhamdulillah, Allah Swt. menakdirkan kita untuk menjadi umatnya. Mari kita syukuri nikmat ini dengan keseriusan meneladani sifat, sikap, dan perilaku beliau dalam kehidupan kita.

Hakikat dan Fungsi Kepemimpinan
Dengan mengangkat setiap Muslim sebagai pemimpin, hadis ini sebenarnya meneguhkan jati diri kita sebagai khalifah. Wakil Tuhan yang bertugas memakmurkan bumi dengan beragam kebaikan. Manusia-manusia pilihan yang dituntut berkompetisi melakukan amal saleh demi meraih ridha-Nya, dan umat terbaik yang dibebani tanggung jawab menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai dengan kapasitas dan kapabelitas masing-masing. Tak satu pun dari kita yang bisa mengelak dari amanah kepemimpinan. Mengelak amanah kepemimpinan, berarti mengingkari fitrah sebagai khalifah, sekaligus mengingkari status sebagai Muslim. Ingat, ancaman Allah begitu jelas bagi orang-orang seperi ini. Dalam hadis riwayat Imam Ahmad, Rasulullah Saw. bersabda:
“Orang yang diserahi kekuasaan urusan manusia, lalu menghindar dan mengelak tidak melayani kaum yang lemah dan orang-orang yang membutuhkan, maka Allah tidak akan mengindahkannya pada Hari Kiamat.”

Agar tidak termasuk orang-orang yang diabaikan Allah Swt. pada Hari Kiamat, mari tunaikan amanah kepemimpinan yang dibebankan kepada kita dengan baik. Jalankan tiga fungsi kepemimpinan seperti yang diajarkan Islam dan dicontohkan oleh Rasulullah Saw. berikut para sahabat besar generasi salafus saleh.

Pertama, Pemimpin Adalah Imam, Pelopor Kebajikan
Dalam bahasa Arab, kata imam berasal dari amma-yaummu yang berarti menuju, menumpu, dan meneladani. Artinya, seorang pemimpin harus berada di garda terdepan dalam memberi teladan positif. Menjadi pelopor dalam setiap kebaikan. Menjadi kreator yang selalu tampil dengan ide-ide kreatif untuk memajukan masyarakat. Cerdas membaca situasi dan cekatan dalam memberikan solusi, berani mengambil risiko atas keputusan yang sudah ditetapkan, serta konsisten menjalankan kebijakan yang sudah digariskan meskipun terkesan tidak populer.

Rasulullah Saw. adalah contoh imam yang sangat ideal. Saat perintah shalat turun, beliau tidak hanya rajin menyuruh umat untuk mendirikan shalat. Tapi beliau sendiri shalat sampai kakinya bengkak. Untuk meningkatkan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshar, beliau menggagas persaudaraan massal, di mana setiap sahabat Anshar harus mengangkat satu orang sahabat Muhajirin sebagai saudaranya. Ketika beliau membaca gelagat kekecewaan kaum Muslimin atas isi perjanjian Hudaibiyah yang sepintas terkesan merugikan, sehingga mereka tidak segera melaksanakan perintah mencukur rambut, Rasulullah Saw. langsung mencukur rambut di hadapan para sahabat, menyadarkan mereka bahwa isi perjanjian Hudaibiyah sebenarnya sangat menguntungkan kaum Muslimin, dan konsisten menaatinya, hingga kafir Quraisy sendiri melanggar perjanjian tersebut.

Kedua, Pemimpin Adalah Ra’in, Pelayan Masyarakat
Kata ra’in biasa diartikan memelihara, menjaga, atau mengembala. Maknanya, seorang pemimpin harus selalu bersedia melayani umat. Rela mencurahkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk menyelamatkan masyarakat dari belitan derita, lalu meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan mereka. Tidak pernah enggan apalagi malu bergaul dengan rakyat secara langsung. Tidak menciptakan jarak dan sekat protokolariat yang membuat masyarakat kesulitan untuk mengadukan masalah mereka, dan bersikap empati terhadap penderitaan umatnya.

Mari kita contoh Amirul Mukminin Umar bin Khattab. Hampir setiap malam dia menyempatkan diri berkeliling Madinah untuk mengetahui kondisi riil masyarakat Islam. Ia tidak pernah merasa puas dengan laporan-laporan yang disampaikan pejabat pemerintahannya mengenai kondisi rakyat. Ia merasa perlu untuk turun langsung ke bawah agar tahu pasti keadaan masyarakat. Ia tidak canggung membangunkan istrinya tengah malam lalu memanggul karung gandum sendiri, demi membantu persalinan keluarga miskin di pinggiran kota Madinah. Ia juga tidak ragu dan menghindar ketika seorang Yahudi Mesir mengadukan gubuknya yang digusur. Dengan penuh empati, Umar langsung mengirim ultimatum kepada Gubernur Mesir agar hak-hak Yahudi tersebut dikembalikan.

Ketiga, Pemimpin Adalah Khalifah, Penerus Risalah Nabi untuk Memimpin Rakyat
Kata khalifah merupakan bentuk turunan dari khalafa-yakhlifu yang berarti pengganti atau pelanjut. Maknanya, seorang pemimpin harus bisa menjadi motivator yang mendorong masyarakat untuk maju. Peka mendengarkan aspirasi rakyat, lalu mewujudkan keinginan mereka, selama keinginan tersebut mengandung kemaslahatan umum. Telaten mendengarkan masukan serta terbuka untuk dikritisi. Tidak egois apalagi angkuh dengan meyakini diri paling pintar dan paling benar.

Penulis adalah anggota DPD RI

Berita Terkait



add images