iklan
MUARABULIAN, Permasalahan konflik lahan antara kelompok tani Jaya Bersama Simpang Rantau Gedang Kecamatan Mersam Kabupaten Batanghari dengan PT Velindo Aneka Tani (VAT) akhirnya dilanjutkan ke jalur hukum. Pasalnya, permasalahan konflik lahan antara masyarakat Simpang Rantau Gedang dengan PT VAT telah dianggap selesai oleh Tim Terpadu Pemkab Batanghari.

‘’Kepada masyarakat Simpang Rantau Gedang maupun pihak PT VAT, terkait permasalahan ini sila kan dilanjutkan ke jalur hukum. Sebab, persoalan ini sudah dianggap selesai oleh tim terpadu dan tidak adalagi yang namanya tim terpadu dalam persoalan PT VAT dengan masyarakat Simpang Rantau Gedang,” ungkap ujar Kapolres Batanghari, AKBP Robert A Sormin, selaku wakil ketua II Tim Terpadu, didampingi Dandim, Kakan Kesbang Pol, Kejari dan pihak Pengadilan Agama, kemarin (22/8).

Keputusan ini, akunya diambil karena pihak PT VAT maupun pihak masyarakat Simpang Rantau Gedang Kecamatan Mersam dinilai sudah tidak peduli lagi dengan persoalan konflik lahan yang mereka hadapi saat ini. Sebab, berdasarkan hasil rapat mediasi sebelumnya, masyarakat Simpang Rantau Gedang dengan pihak PT VAT sudah diberi waktu selama dua minggu untuk melakukan pendataan terhadap permasalahan lahan yang telah diganti  rugi PT VAT dan dilakukan penelitian ulang oleh unsur Muspika dan perwakilan PT VAT serta masyarakat. Dan hasil pendataan diserahkan kepada PT VAT serta tim terpadu. ‘’Namun sampai hari ini ternayata tidak ditindaklanjuti pihak PT VAT maupun masyarakat Simpang Rantau Gedang,’’ tandasnya.

Sementara Kepala BPN Batanghari, Ir Viktor Panjaitan, mengatakan surat yang diklaim sebagai kepemilikan lahan kelompok tani Jaya Bersama itu bukanlah berupa keputusan Bupati terhadap hak pengelolaan lahan. Melainkan hanya rekomendasi untuk dilakukan pengukuran oleh pihak BPN. ‘’Surat yang dikeluarkan Sekda Kabupaten Batanghari dan yang diakui sebagai hak penguasaan lahan itu bukan keputusan Bupati. Itu hanya rekomendasi yang diberikan kepada BPN untuk melakukan pengukuran. Tidak lebih,” ujarnya.

Sedangkan Kepala BPTSP, Erwan SP juga mempertanyakan kepada pihak PT VAT berapa persen jumlah pembebasan dan penguasaan lahan yang telah mereka lakukan. Ternyata penguasaan dan pengolahan lahan HGU yang dikuasai PT VAT terbilang masih cukup kecil. Sehingga BPTSP memperingatkan bahwa hal itu bisa membuat pemkab mencabut izinnya dan menerbitkan izin baru. ‘’PT VAT sudah diberikan izin lokasi seluas lebih kurang 3.539 ha. Dan yang sudah ditanam baru 947 ha. Maka dari itu kami pinta PT VAT segera melakukan pembebasan dan ganti rugi sesuai perizinan yang sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan. Jika tidak mampu akan dikembalikan ke Negara,” katanya.

Sementara kuasa hukum kelompok tani, Joni Raja Guguk, menilai pertemuan itu merupakan hal yang adil. Dimana kedua belah pihak sama-sama tidak ada yang diuntungkan dan tidak dirugikan.

Sedangkan kuasa hukum dari PT VAT, Fahrin Siregar, mengatakan pihaknya untuk sementara masih mempertanyakan hak atas penguasaan yang dilakukan oleh kelompok tani Jaya Bersama. Sehingga mereka pun menginginkan kejelasan hukum terhadap kelompok Jaya Bersama dan petani yang merasa mengklaim lahan yang dikuasai oleh PT VAT.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images