iklan
MUARA BUNGO, Warga Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang, Kabupaten Bungo, hingga kini belum bisa menikmati listrik PLN. Setidaknya ada sekitar 500 Kepala Keluarga (KK) di satu desa Sekar Mengkuang, Kecamatan Limbur Lubuk Mengkuang hanya menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD).

Untuk menikmati listrik dari PLTD itu, warga harus membayar Rp 400 ribu per bulannya. Hal itu sudah puluhan tahun berlangsung.  Selain di dusun Sekar Mengkuang, juga ada 13 dusun lainnya masih tergantung PLTD.

Masyarakat Limbur sudah melakukan berbagai usaha untuk mendapatkan fasilitas listrik ini. seperti melakukan aksi demo bahkan mendatangi kabupaten tetangga, Dharmasraya. Mereka meminta diterima bergabung ke wilayah Sumatera Barat tersebut. "Soal listrik itu tak bisa ditawar lagi. Kami sudah sangat lama bersabar," ujar Ketua BPD Sekar Mengkuang, Syamsir Jalil, Kamis (22/8).

Ia mengatakan, selain Sekar Mengkuang, juga ada 13 dusun lain di Limbur yang juga sama gelapnya. Bahkan masyarakat rela mengorbankan kebun demi masuknya listrik.
Dikatakan Syamsir, dua hari lalu pihak Dinas ESDM Bungo sudah 'turun' ke Limbur. Sebagai persyararatan pertama program listrik desa (lisdes) yang akan masuk, delapan meter dari pinggir jalan yang akan dilalui jalur lisdes, harus dibebaskan.

"Kami minta pihak Dinas ESDM juga turun saat penebangan sawit dan karet di jalur lisdes. Keberadaan mereka (Dinas ESDM) penting agar semua berjalan lancar. Maklumlah masyarakat," ujarnya lagi.

Sementara itu pemuda Limbur, Hamid, mengatakan tak masuknya listrik sejatinya membuat masyarakat sangat terbebani. Karena masih tergantung dengan PLTD, satu rumah tangga harus mengeluarkan biaya Rp 400 hingga Rp 500 ribu per bulan.

"Itupun hidupnya hanya jam 17.00 sampai jam 07.00 pagi. PLTD itu milik swasta yang belum tentu pajaknya sampai ke kas negara," ujar Hamid pula.

Iuran tersebut, dikatakan Hamid, kalau dibandingkan dengan ekonomi masyarakat sangat berbanding terbalik. Dalam satu bulan saja, pihak pengelola PLTd bisa mendapatkan uang sebesar Rp 200 juta. Apabila dikalikan dalam satu tahun, pengelola mendapatkan uang dari iuran lebih kurang Rp 2 Miliar.  "Kita juga mempertanyakan, apakan masuk PAD atau tidak. Jangan-jangan ilegal, kita juga tidak tahu izinnya seperti apa," pungkasnya.

Hamid mengatakan, dari 14 dusun, 13 diantaranya masih tergantung PLTD. Sejauh ini hanya Dusun Sungai Ipuh yang relatif sudah lebih 'aman' karena terbantu oleh PLTMH (perusahaan listrik tenaga mikro hidro). "Harapan kami, lisdes itu segeralah direalisasikan. Janganlah masyarakat disodori janji-janji lagi," ujarnya.  

Hamid menilai, pemkab hanya setengah-setengah untuk membantu Limbur untuk memasukkan PLN. "Inikan sudah puluhan tahun, mengapa hingga saat ini belum juga masuk," tandasnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images