iklan
Baru satu minggu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jambi Syaifuddin Kasim membuat kebijakan kontoversial. Dimana dia menghentikan proses penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dermaga Muarasabak di PT Pelabuhan Indonesia II (Persero) Cabang Jambi dengan anggaran APBN tahun 2009-2012 senilai Rp 67 miliar yang diduga fiktif.

Padahal, kasus ini sudah dinaikkan statusnya ke tingkat penyidikan oleh pejabat Kajati sebelumnya, yakni T Suhaimi terhitung 11 Juni 2013. Kebijakan SP3 kasus Dermaga Sabak diumumkan oleh Asisten Pidsus Kejati Jambi, Masyrobi, Senin (22/9).

Kepada para wartawan, ia mengatakan kasus Pelindo(Dermaga Sabak) penyidikannya sudah dihentikan. Karena tidak ada dua bukti yang menunjung kasus tersebut dilanjutkan.

Sebelumnya, kata Masyroby, kasus ini memang sudah ditingkatkan ke penyidikan karena berdasarkan laporan ada indikasi. Namun setelah dilakukan penyidikan, tidak ditemukan dua alat bukti untuk menunjang kasus ini untuk dilanjutkan.

”Tim sudah turun ke lapangan melakukan penyidikan, tidak ditemukan dua alat bukti penunjang,” kata Masroby kepada koran ini saat ditemui di ruang kerjanya, Senin (23/9) kemarin.

Dijelaskan, dugaan yang dilaporkan oleh ormas ternyata setelah diselidiki semua ada. Bahkan jalan yang dibangun lebih besar. “Jadi semuanya dilakukan,” ujar Masyroby.

Laporan, bahwa proyek pembangunan dermaga tersebut senilai Rp 2,7 miliar. Namun setelah dilakukan penyelidikan ternyata nilai pembangunan dermaga tersebut senilai Rp 67 miliar.
Dalam kasus ini, penyidik juga belum menetapkan siapa orang yang bertanggung jawab dan belum menetapkan tersangka. Karena masih dalam penyidikan.

Pengamat hukum dari Fakultas Hukum Unja Dr Sahuri Lasmadi berpendapat, penyidikan kasus ini ada tiga dasar yang pertama bukan tindak pidana. Kemudian yang kedua alat bukti tidak cukup dan ketiga demi kepetingan hukum.

”Menurut jalur hukum bisa mempraperadilan bagi yang berkepentingan, dan bisa mempertanyakan mengapa kasus ini dihentikan,” sebut Sauhuri.

Namun demikian, Sahuri menilai pihak Kejaksaan seolah oleh memaksakan kasus ini saat memutuskan kasus ini naik ketingkat penyidikan.

Atau bahkan menurut Sahuri, penyidik tidak cermat, karena seharusnya kasus ini dihentikan sebelum dinaikkan kepenyidikan. Karena, menurut dia, untuk meningkatkan kasus dari status penyelidikan ke penyidikan, maka Jaksa harus memiliki minimal dua alat bukti yang  kuat.

“Kalau dilihat dari sisi lainya, perlu dipertanyakan karena kasus ini sudah di penyelidikan, mengapa kasus ini harus dihentikan ? seharusnya sebelum penyelidikan kasus ini sudah dihentikan,”tegas Sahuri.

Sementara itu, Johan Budi adalah Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat dikonfirmasi berpendapat, SP3 merupakan keputusan hukum, sehingga harus dihormati.

“Kurang pas dikonfirmasi ke KPK, SP3 juga keputusan hukum dan harus dihormati,”ungkap Johan Budi.

Namun demikian, saat ditanya, apakah KPK bisa mengambil alih kasus ini ?, Johan Budi mengatakan, proses pengambilalihan bisa saja terjadi.

“Semua ada prosedurnya, dan harus melalui proses hukum, pengambilalihan juga ada mekanismenya, tidak bisa sembarangan,” tukasnya saat dikonfirmasi via ponsel.

sumber: je

Berita Terkait



add images