iklan
Hampir seluruh daerah di Provinsi Jambi kekurangan penghulu nikah. Mulai dari Kerinci hingga daerah lainnya. Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kerinci mengaku kekurangan penghulu di 12 wilayah Kantor Urusan Agama Kecamatan (Kuakec) di Kabupaten Kerinci. Saat ini ada 11 orang Kepala Kuakec yang langsung menjadi penghulu ditambah 5 orang penghulu nikah lainnya.

Drs Aminullah, Kasi Bimas Islam, Kemenag Kerinci mengungkapkan jumlah penghulu ini masih kekurangan. Apalagi jumlah Desa di Kabupaten Kerinci banyak, ditambah lagi beberapa daerah di Kabupaten Kerinci letaknya dipelosok. "Seperti Pungut dan Kayu Aro daerahnya jauh," ucapnya.

Dia mengungkapkan, rata-rata jumlah pasangan yang menikah di Kabupaten Kerinci sebanyak 250 orang per bulan.

Administrasi Biaya Pernikahan Rp 30 Ribu


Di Kabupaten Merangin tercatat rata-rata 300 pasangan melangsung pernikahan dalam satu bulan. Hal tersebut langsung disampaikan Kemenag Merangin, Zastafia. "Untuk biaya pernikahan hanya Rp 30 ribu. Jika ada yang mengambil lebih, itu personal. Yang jelas peraturan administrasi hanya segitu" kata Kemenag.

Untuk jumlah penghulu nikah di Kabupaten Merangin, dirinya menyebutkan sudah lebih dari cukup. Karena saat ini sudah ada 35 penghulu di Kabupaten Merangin yang tersebar di 24 kecamatan..

Kakemenag Tanjabtim, H.M Umar Yusuf MHI menyebutkan, setiap bulannya diperkirakan sebanyak 220 pasangan yang melakukan pernikahan. Tapi itu tidak keseluruhan bulan dihitung. Pasalnya pada bulan Ramadhan dan Muharam boleh dibilang tidak ada pasangan yang melakukan pernikahan. "Paling banyak yang melakukan pernikahan pada Jumadil Awal," kata Umar.

Sedangkan untuk biaya pernikahan? Menurutnya setiap pasangan yang menikah hanya dikenakan biaya Rp 30.000 tidak boleh dipungut biaya pernikahan lebih dari itu. "Karena memang sudah ada aturan, sehingga biaya pernikahan hanya dipungut Rp 30.000," tegasnya.

Mengenai jumlah penghulu nikah yang dimiliki? Menurutnya sudah mencukupi, karena tiap Kecamatan Kepala KUA juga menjadi penghulu yang berstatus PNS. Sedangkan untuk di Desa juga memiliki pembantu yang berasal dari tokoh agama di desa-desa. "Yang membedakan penghulu PNS sudah punya gaji sedangkan pembantu penghulu ditiap Desa tidak memiliki gaji," terangnya.

Dilaporan dari Tanjung Jabung Barat, pasangan yang menikah tiap tahunnya di Tanjabbar sekitar 3000 pasangan yang menikah untuk rinciannya sendiri tahun 2013 ini Januari 264 pasangan Februari, 200 pasangan, Maret, 191 pasangan, April 180 pasangan, Mei 281 pasangan, Juni 275 pasangan, Juli 177 pasangan, Agustus 213 pasangan, September 128 pasangan, Oktober 309 pasangan, November 209 pasangan.

"Sekitar 3000an pasangan yang menikah pertahunnya," Ujar Kepala Kantor Kemenag Tanjabbar Melalui Kepala Seksi Bimas Islam, M. Yunus Senin (15/12).

Untuk pembayaran sendiri, pihaknya masih pada mengacu pada PP Nomor 47 tahun 2004 yang mengatur biaya administrasi pencatatan nikah dan cerai. "Kalo sesuai PP itu hanya 30 saja biaya administrasi," paparnya.

Mahbub Daryanto, Kepala Kanwil Kemenag Provinsi Jambi mengatakan, menurut PP nomor 47 tahun 2008, pencatatan pernikahan sebesar Rp 30 ribu. “Kita sudah minta dengan DPR, supervisi dengan KPK agar nikah pada jam kerja. Sementara kalau harus menikah sesuai jam kerja ya nanti masyarakat resah. Tradisi masyarakat kan mau pakai adat dan bepantun dan itu di luar jam kerja,” katanya.

Dia mengaku sulit untuk menanggapi persoalan tersebut. pasalnya, hasil supervisi dengan KPK, uang tersebut termasuk dalam golongan gratifikasi. “Juru bicara KPK katanya kalau ada gratifikasi di luar Rp 30 ribu itu dibuatkan Pokja dan nanti dilaporkan ke KPK. Apakah itu masuk kategori gratifikasi yang harus disetorkan ke negara atau tidak kita tak tahu. Namun itu memang gratifikasi dan dilarang,” jelasnya.

“Gratifikasi itu kan apabila orang menerima sesuatu karena jabatannya itu kan tidak sah, nah itu jadi gratifikasi, baik menerimanya di dalam atau di luar kantor tetap saja (gratifikasi, red). Kalau PNS juga harus melaporkanh ke KPK, apakah itu gratifikasi ya KPK yang tentukan,” tambahnya.
--batas--
Oleh karenanya, dia menghimbau kepada masyaakat untuk menjalankan aturan. Sebab, menurut aturannya, pencaatan pernikahan dilakukan di kantor KUA. Bukan dilakukan di rumah orang yang akan menikah.

“Kalau menutrut saya ya biasakan nikah di KUA jadi tak menimbulkan polemik. Saya setuju itu gratifikasi dan memang dilarang. Kan nilai Rp 30 ribu itu disetor ke kas negara dan kemudian ditarik 80 persen untuk program dari Rp 30 ribu itu,” ujarnya.

Soal solusi ke depan, dia mengatakan, Menteri Agama sudah mengajukan biaya 0 sampai Rp 500 ribu. “Klau tak mampu tak bayar sama sekali dengan bukti keterangan surat tak mampu atau kartu miskin,” ungkapnya.  

“Namun kan orang menganggap nikah di KUA itu orang yang kecelakaan, orang yang kawin lari, kultur masyarakat kan begitu. Dianggap orang tak terhormat nikah di KUA. Budaya itu yang terlebih dahulu seharusnya dirubah,” tandasnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images