iklan Ribuan pelayat mengantarkan jenazah KH Suudi ke TPU Sapuro, Jumat (4/8) sore. Foto: JPNN
Ribuan pelayat mengantarkan jenazah KH Suudi ke TPU Sapuro, Jumat (4/8) sore. Foto: JPNN

JAMBIUPDATE.CO, PEKALONGAN - Kiai Suudi dikenal sebagai sosok ulama humoris. Ali-ali motone siji, ojo lali karo Kiai Suudi. Begitu kalimat yang selalu dia sampaikan di akhir ceramahnya.

KH Suudi meninggal dunia setelah dua hari dirawat di RSUD Kraton, Pekalongan, Jateng.

Sakit asam lambung akut yang diderita, tak lagi dapat dilawannya. Jumat (4/8) sekira pukul 09.30, KH Suudi dinyatakan meninggal.

Jumat sore, usai disholatkan di Masjid An Nimah, jenazah KH Suudi diantar ribuan pelayat ke tempat peristirahatan terakhirnya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sapuro.

Di kediamannya, Kergon gang 11, Kelurahan Bendan Kergon, puluhan pelayat bergantian datang. Seakan tak pernah surut sejak berita meninggalnya tersebar.

Termasuk Walikota Pekalongan, A Alf Arslan Djunaid yang terpantau hadir menyampaikan duka citanya langsung ke kediaman almarhum pada Jumat pagi.

Meski telah tiada, kenangan tentang metode dakwah ulama kelahiran 17 Agustus 1948 itu akan selalu hidup.

KH Suudi dapat dikatakan menjadi salah satu ulama favorit yang ditunggu ceramahnya dalam setiap kegiatan keagamaan.

Materi dakwah yang ringan namun mengena, selalu dibawakannya dengan penuh canda. Sehingga mudah diterima jamaah dan masyarakat.

Meski dikenal masyarakat sebagai sosok yang humoris, Kyai Suudi, sapaan akrabnya, merupakan sosok yang tegas.

Tak hanya keluarga, warga di sekitar lingkungan hingga jamaah Masjid An-Nimah, lekat betul dengan ketegasannya.

Banyak cerita bagaimana Kyai Suudi memperlihatkan ketegasannya dalam menegakkan aturan-aturan agama.

"Beliau ini merupakan sosok yang tegas. Terutama dalam mendidik anak, dalam mendidik masyarakat. Yang paling saya ingat, saat sholat jamaah beliau selalu tegas mengingatkan kepada jamaah, khususnya anak-anak untuk tidak bercanda agar tidak mengganggu jamaah lain. Kalau ada yang bercanda, beliau langsung turun tangan mengingatkan, bahkan meminta mereka untuk pulang jika masih bercanda saat sholat. Prinsipnya sangat kuat untuk mendidik, terutama dalam bidang agama," tutur adik kandung Kyai Suudi, Zakaria.

Banyak pesan lain yang selalu diingat Zakaria. Salah satunya tentang bagaimana ia selalu berpesan agar sebagai manusia harus menjaga hubungan antarmanusia.

"Dia juga selalu mengingatkan, menjadi manusia jangan sombong dan harus saling membantu dengan orang lain," tambah Zakaria.

Putra Kyai Suudi, Djawahir, juga memiliki kesan yang sama. Ketegasan sang ayah, betul-betul lekat dalam ingatannya.

"Pesan yang paling penting dari beliau yakni jangan sampai meninggalkan sholat lima waktu. Kalau bisa, berjamaah," tuturnya.

Mengenai riwayat penyakit yang dideritanya, Djawahir mengatakan bahwa sang ayah memang beberapa kali terserang penyakit. Yang terakhir adalah asam lambung.

Sebelum mulai dirawat pada Rabu (2/8) lalu, Kyai Suudi juga sempat dirawat pada tahun lalu. "Tahun lalu, saat Idul Adha beliau dirawat karena penyakit yang sama. Tahun ini, menjelang Idul Adha beliau juga sakit dan dirawat dengan sakit asam lambung. Sempat juga terkena gula tapi kemudian stabil. Yang paling parah memang asam lambung, sampai perutnya mengeras seperti papan," kata dia.

Punya Cita-cita Nikahkan Putri Terakhir

Djawahir mengenang, salah satu yang menjadi cita-cita sang ayah, dan belum dapat diwujudkan hingga meninggal yakni menikahkan putri terakhirnya, Mariatul Qibtiyah.

Maklum, dari 10 putra putri Kya Suudi, hanya putri terakhirnya yang belum menikah. Cita-cita itu terus disampaikan kepada anak-anaknya namun sebelum terwujud, suami dari Fatonah tersebut meninggal.

"Cita-cita abah bisa mentasin (menikahkan) putri yang terakhir. Karena sembilan lainnya sudah mentas semua. Lima laki-laki dan empat perempuan sudah menikah tinggal satu yang belum. Sehingga itu menjadi cita-cita besar abah," tambahnya lagi.

Ia menuturkan, sempat sang adik bungsu tersebut sudah dilamar oleh sosok laki-laki. Namun karena belum berjodoh, akhirnya belum dapat menikah.

"Adik saya belum mau, belum nyetrum istilahnya jadi belum bisa menikah. Sampai abah meninggal, cita-cita itu belum bisa diwujudkan," jelasnya.

Kyai Suudi kini telah tiada. Meski kehilangan, namun keikhlasan yang lebih besar dari keluarga dan masyarakat telah mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir. (nul)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images