JAMBIUPDATE.CO, JAMBI – Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Jambi mencapai angka126 ribu Hektar (Ha) sejak kebakaran melanda Provinsi Jambi pada Agustus silam dan tidak kunjung padam hingga (15/10).
Data ini disampaikan oleh tim GIS Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi sesuai press reelasenya yang diterima koran ini. Menurut Warsi, jumlah ini berdasarkan analisis Citra Satelit Lansat TM 8 dan Sentinel 2 perekaman tanggal 2 Oktober 2019. Bahkan tercatat dari luas ini 86 ribu Ha atau 68 persen terjadi di lahan gambut.
Parahnya, dari analisis yang dilakukan terlihat kebakaran terluas justru terjadi pada kawasan yang memiliki izin. Jika diurutkan terjadi di areal konsesi HPH (Hak Pengusahaan Hutan), yang luasnya mencapai 32 ribu ha, disusul perkebunan sawit 20 ribu ha dan HTI 16 ribu ha.
Rudi Syaf Direktur KKI Warsi mengatakan dari analisis ini terlihat bahwa areal yang paling luas mengalami kebakaran merupakan kawasan yang memiliki management pengelola.
“Pada kawasan yang sejatinya ada pihak yang bertanggung jawab mutlak pada kawasan tersebut,” sampainya.
Dikatakannya pada tahun ini, dua HPH di Jambi yang lokasinya berada di gambut mengalami kebakaran yang sangat hebat. Dari analisisyang dilakukan dan dioverlay dengan peta perizinan terlihat bahwa PT PDI mengalami kebakaran lebih dari 17 ribu Ha atau lebih dari 50 persen dari konsesinya yang mencapai luas 34 ribu. Sedangkan HPH PBP mengalami kebakaran juga lebih dari 15 ribu ha atau lebih dari 71 persen dari konsesinya seluas 21 ribu ha. Bahkan secara status kedua HPH ini, sudah tidak aktif namun izinnya tetap berjalan, tidak dikembalikan ke negara ataupun ditarik kembali oleh negara.
“Akibatnya di areal ini terjadi tindakan-tindakan illegal yang turut menjadi penyumbang kebakaran hutan dan lahan,” kata Rudi
Dikatakan Rudi, Karhutla yang sudah berulang kali terjadi di kedua HPH ini, sudah sewajarnya jika areal ini ditarik dan dikembalikan ke negara. Sebelum izin diberikan pada kedua HPH ini, kawasan hutan gambut di Kabupaten Muara Jambi ini merupakan kawasan hutan gambut dengan kedalaman beragam, termasuk gambut dalam yang harusnya ditetapkan sebagai fungsi lindung. Kawasan ini sejatinya satu hamparan dengan Taman Hutan Raya Sekitar Tanjung dan Taman Nasional Berbak. “Pengelola yang terbukti tidak mampu mengelola kawasan, mengembalikan saja izinnya ke negara dan dikembalikan ke fungsi awalnya sebagai kawasan lindung gambut,”kata Rudi.