iklan Kampus Malam.
Kampus Malam.
 
Laboratoriumnya juga modern. Banyak bahan kimia tersimpan di situ.
 
Tiba-tiba saja pendemo yang di dalam kampus seperti terkurung polisi.
 
Pendemo terbelah. Ada yang takut dan was-was. Ada pula yang kian marah dan kian radikal. Perusakan terjadi kian seru di dalam kampus. Juga pelemparan bom-bom botol ke arah polisi. Termasuk dengan ketapel raksasa.
 
Jam 9 malam tiba. 
 
Polisi menyebarkan pengumuman: agar mereka meninggalkan kampus. 
 
Yang bertahan di dalam akan dianggap sebagai pelaku kerusuhan.
 
Lantas beredar rumor di antara aktivis: yang keluar kampus akan langsung ditangkap. 
 
Malam itu pendemo terbelah dua lagi. Ada yang ingin meninggalkan kampus. Ada yang bertekad bertahan. Posisinya 50:50.
 
Terjadi perpecahan di dalam mereka. Kelompok yang ingin meninggalkan kampus dianggap pengkhianat.
 
Sejumlah besar pendemo rame-rame ke pintu keluar. Tidak jelas: mereka ingin meninggalkan kampus atau ingin menyerang polisi di pintu depan.
 
Polisi pun menyemprotkan gas air mata. Mereka mundur lagi ke dalam kampus.
 
Sebagian berusaha ingin keluar lewat jalur lain. Gagal. Dihadang polisi. Diminta lewat pintu yang sudah ditentukan tadi. 
 
Sebagian lagi lebih nekat: terjun ke jalan tol dengan tali. Di bawah sana sudah ada yang menjemput.
 
Itu berlangsung 5 menit. Ketahuan. Lokasi itu diblokade.
 
Polisi memberi pengumuman lagi: mereka harus meninggalkan kampus malam itu. Lewat pintu pemeriksaan. Dalam posisi tangan kosong.
 
Sesaat kemudian rombongan wartawan dan tenaga kesehatan meninggalkan kampus. Diizinkan. Tapi sejumlah wartawan online ditahan. Juga wartawan kampus/sekolah. Hanya wartawan dari media yang dikenal yang diizinkan pergi.
 
Wartawan online itu pun akhirnya diizinkan pergi. Setelah persatuan wartawan di sana turun tangan.
 
Tenaga medis diizinkan masuk. Beberapa yang sakit diizinkan dibawa keluar. 
 
Yang tersisa merasa kian terkurung. Malam itu mereka menyiapkan diri untuk menghadapi keadaan terburuk: polisi akan menyerbu masuk kampus.
 
Maka mereka pun membuat bom-bom botol lebih banyak. Antara lain dengan cara mengambil bahan-bahan kimia dari lab universitas. 
 
Sampai-sampai muncullah penilaian 'kampus telah berubah menjadi pabrik bom'. Hilangnya bahan-bahan kimia dari lab dinilai bisa mengancam keamanan umum.
 
Sepanjang malam itu terus ada yang meninggalkan kampus.
 
Ada yang lolos pemeriksaan. Ada yang langsung ditahan. Salah satu yang ditahan itu adalah mahasiswi dari Taiwan. Politisi di Taiwan pun ikut heboh.
 
Tengah malam, politisi dan tokoh-tokoh masyarakat merayu polisi. Agar yang di bawah 18 tahun diizinkan keluar. Demikian juga yang wanita. Bagi yang mau. 
 
Polisi mengizinkannya. Tetap harus lewat pemeriksaan. Beberapa di antaranya wajib lapor. 
 
Sampai Senin pagi 'pengepungan kampus' masih berlangsung. Polisi ternyata tidak menyerbu ke dalam.
 
Banyak orang tua yang ikut bergadang di luar kampus. Menunggu nasib anak mereka.
 
Mereka terus menerima kabar dari dalam. Lewat handphone. Bahwa mereka kian lelah. Kurang tidur. Kurang makanan. 
 
Sampai Senin jam 9 pagi masih sekitar 700 orang yang ada di dalam kampus.
 
Senin siang berlalu. Senin malam pun lewat tanpa penyerbuan. Tapi yang di dalam kampus kian menderita: lelah, ngantuk, lapar.
 
Inikah cara polisi untuk mengisolasi garis radikal? Ataukah ada unsur asing di antara mereka? Yang akhirnya akan mereka ungkap?
 
Saya sudah mengamati demo ini sejak baru dimulai: 9 Juni, lima bulan lalu. Begitu lama demo di Hongkong ini berlangsung. Begitu panjang masa kuat-kuatan antara polisi dan pendemo ini.
 
Tidak saya sangka ujungnya adegan di kampus seperti itu.(Dahlan Iskan)

Berita Terkait