iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan pemetaan potensi kerawanan Pilkada Serentak 2020. Selain memberikan penekanan soal netralitas, profesionalisme, dan independensi Penyelenggara, juga pada Cyber War dan politik identitas.

Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum yang juga Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Bahtiar mengajak elemen masyarakat dan stakeholder bersama mewujudkan Pilkada Tahun 2020 secara berkualitas. “Politik di medsos, yang banyak dibicarakan. Ini juga ancaman. Medsos ini repotnya semua orang bisa jadi pewarta. Di sinilah pentingnya produksi konten positif untuk melawan hoaks, ujaran kebencian, dan kampanye negatif,” kata Bahtiar di Jakarta, Kamis (19/12).

Sementara politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok. Seperti etnis, suku, budaya, agama untuk tujuan tertentu, Misalnya sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Soal politik identitas, yang mengasah adalah konsestan, calon. Tujuannya, supaya mendapat dukungan.

“Saya kira partisipasi publik menjadi kata kunci terakhir dan menjadi sangat penting. Partipasi bukan hanya di TPS. Tetapi di seluruh proses ini, terlibat untuk memberikan edukasi dan pencerahan kepada masyarakat. Tujuannya agar terseret dalam fanatisme berlebihan dalam dukung mendukung calon. Semua proses pilkada yang sehat harus dalam suasana rileks, santai, tidak tegang, walau berbeda pilihan,” paparnya.

Bahtiar menyebut, mewujudkan Pilkada yang berkualitas harus dilakukan semua pihak. Tidak bisa berjalan sendiri-sendiri. Baik penyelenggara, peserta, dan masyarakat harus berperan mewujudkan Pilkada yang berkualitas.

Dia memaparkan sejumlah indikator dalam mewujudkan Pilkada yang berkualitas. Pertama, independensi penyelenggara pilkada di daerah. Kedua, netralitas Penyelenggara Pemilu daerah di wilayah pilkada. “Masih terdapat pelanggaran etik oleh penyelenggara pemilu. Selain itu, sering kali penyelenggara terindikasi melakukan keberpihakan dan ketidaknetralan pada salah satu pasangan calon kepala daerah. Ini harus diantisipasi bersama,” terangnya.

Ketiga, partisipasi pemilih yang tinggi disertai kesadaran dalam menentukan pilihannya. Keempat, peserta pilkada melakukan proses penjaringan bakal calon yang berkualitas dan tidak menggunakan politik uang. “Kelima, terpilihnya kepala daerah hasil pemilihan demokratis oleh masyarakat yang memiliki legitimasi yang kuat dan berkualitas,” beber Bahtiar.

Terpisah, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar mengingatkan masyarakat agar tidak sembarangan menyebarkan informasi. Terlebih jika yang disebarkan adalah kabar bohong atau hoaks. Pasalnya penyebar kabar bohong dapat diancam dengan pidana. “Jika ingin menyebarkan informasi cari dahulu kebenarannya. Sebab, kalau Informasi yang disebarkan tidak benar, terancam hukuman pidana,” tukas Fritz.

Menurut Fritz, masyarakat perlu memilah dan memilih informasi apa saja yang bisa disebarkan. Terutama jika menggunakan media sosial seperti Faceboook, Instagram, Twitter, dan lainnya. “Hukuman pidana tersebut dapat menjerat penyebar kabar bohong. Baik dia mengetahui atau tidak. Sebab dalam KUHP Pasal 14 dan 15, tidak mengatur apakah dia tahu atau tidak,” tandasnya.

(khf/fin/rh)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images