Untuk itu, perlu didorong terciptanya kebijakan yang mengedepankan prinsip perlindungan data pribadi konsumen.
”Ada beberapa persoalan yang berpotensi menghambat pertumbuhan perdagangan e-commerce. Yang pertama adalah belum adanya regulasi mengenai perlindungan data pribadi. Disahkannya Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi sangat mendesak sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen e-commerce,” ucapnya.
Penggunaan data pribadi dalam penyedia layanan e-commerce tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang penyedia platform lakukan. Dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan perusahaan financial technology (fintech), data konsumen disebarluaskan dan diperjualbelikan tanpa seizin konsumen.
”RUU ini idealnya mengatur hak dan kewajiban antara penyedia layanan, memperjelas tujuan penggunaan data pribadi dan data apa saja. Sayangnya saat ini pembahasan RUU ini masih tertunda karena harus menunggu selesainya pembahasan Omnibus Law,” ujarnya.
Menanggapi hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mendorong agar masyarakat semakin aktif menuntut hak mereka sebagai konsumen. Pasalnya, belum ada aturan perlindungan hak konsumen yang kuat di tengah pertumbuhan penggunaan layanan digital. Ketua Bidang Pengaduan dan Hukum YLKI Sularsi mengatakan, isu perlindungan menjadi topik hangat di era ekonomi digital.”Pertimbangan yang paling sederhana, konsumen sendiri yang harus aktif dalam melindungi haknya. Banyak aturan yang masih tertunda di tengah jalan,” ucapnya.
memaparkan konsumen harus mengetahui ke mana dan oleh siapa datanya diambil. Konsumen juga harus berani mengadu jika ada penggunaan yang salah terhadap datanya. ”Tanpa seizin konsumen atau sepengetahuan yang penuh, pelaku usaha tidak punya hak menggunakan data pribadi konsumen untuk kepentingan usahnya. Konsumen dapat menuntut pelaku usaha tersebut,” tegasnya.