iklan Dahlan Iskan bersama Gus Sholah.
Dahlan Iskan bersama Gus Sholah. (Ist)

Gus Sholah, kata Mas’ud, memang suka mendengar. Termasuk mendengar pendapat orang lain. Pun pendapat para santri.

Tipe kepemimpinan Gus Sholah adalah demokratis. Orangnya sangat ngemong. Tidak banyak mau bicara. Sekali bicara suaranya sangat rendah dan lirih.

Tapi teman-teman aktivis yang diminta pendapat itu tidak ada yang mau memberi nama calon pengganti.

Di pesantren tidak ada kebiasaan polling seperti itu. Gus Sholah saja yang mau melanggar adat pesantren. Teman-temannya tetap memilih tawadhuk: terserah Gus Sholah saja. Siapa pun yang ditunjuk Gus Sholah akan didukung.

Baru belakangan Gus Sholah mau menyebut nama calon pengganti yang ia inginkan: KH Abdul Hakim Mahfudz. Panggilannya Gus Kikin.

Penyebutan nama Gus Kikin sudah sejak dua tahun lalu. Praktis semua orang di Tebu Ireng tahu bahwa Gus Kikin adalah Kyai Tebu Ireng in waiting.

Tapi Gus Kikin tidak pernah mau mulai tampil. Tidak ada tradisi putra mahkota di Tebu Ireng. Apalagi Gus Kikin bukan putra Gus Sholah, Yusuf Hasyim atau pun Gus Dur.

Gus Kikin adalah cicit KH Hasyim Asy’ari dari jalur wanita. Ibunya, Bu Nyai Abidah, adalah cucu KH Hasyim Asy’ari.

Sama dengan Gus Sholah, Gus Kikin ini juga tidak pernah mengenyam pendidikan di pondok pesantren. Tidak bisa membaca kitab kuning.

Tapi dari segi ekonomi Gus Kikin sangat mapan. Gus Kikin adalah pengusaha yang mapan. Termasuk pengusaha bidang minyak dan gas bumi.

Belakangan Gus Kikin juga punya stasiun TV lokal: BBS. Di Surabaya. Dan memang Gus Kikin adalah sarjana komunikasi. Dari Universitas Terbuka.

Bagaimana pun Gus Kikin masih termasuk Bani Hasyim. Dan yang dikehendaki oleh Gus Sholah untuk mendapat giliran berhenti memikirkan diri sendiri –pindah ke jalur pengabdian.

Maka Tebu Ireng segera memiliki kyai baru. Yang benar-benar baru: orangnya, latar belakang pendidikannya, pun profesi hidupnya.
Banyak kyai jadi pengusaha. Kini pengusaha ini, Gus Kikin, giliran yang jadi kyai.(Dahlan Iskan)


Berita Terkait