iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (FIN)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Belakangan muncul fenomena jabatan ganda dengan menempatkan Sekretaris Daerah (Sekda) sebagai komisaris utama Bank Daerah. Menariknya keputusan itu tanpa ada penjelasan komprehensif atau faktor yang melatarbelakangi. Kondisi ini teridentifikasi di tiga daerah yakni di Riau, Papua, dan Lampung.

Menurut Juru Bicara (Jubir) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sekar Putih Djarot, munculnya Sekda menjabat sebagai Komisaris Utama Bank Daerah, merupakan kewenang pemegang saham. ”Dalam posisi ini, OJK hanya memproses calon pengurus yang diajukan bank sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Penunjukkan pengurus bank merupakan kewenangan dari pemegang saham,” singkat Sekar kepada Fajar Indonesia Network, Kamis (12/3).

Merespon Hal ini, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Arief Poyuono mengatakan baik di pemerintah pusat maupun daerah jika memberlakukan dobel job, tentu bakal memunculkan kecemasan di kalangan BUMD maupun BUMN itu sendiri. ”Menunjuk PNS, Menteri apalagi setingkat sekda atau sekprov di daerah ini jelas ada alasan tersendiri. Jelaskan saja, kenapa dan mengapa. Jangan sampai memunculkan kecurigaan,” terangnya.

Wakil Ketua DPP Partai Gerindra ini mangatakan, upaya menindak PNS yang terbukti menjalankan rangkap jabatan dinilai masih sulit. Pasalnya, belum ada pihak yang berinisiatif untuk segera mengakhiri praktik rangkap jabatan di kalangan PNS.

”Masalah rangkap jabatan umumnya terjadi karena adanya tim sukses, ketua kelompok pemenangan, akademisi dan birokrat pendukung, serta faktor lainnya. Ini menjadi bagian dari mereka yang mendapatkan kedudukan sebagai komisaris di BUM. Nah Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) seharusnya mengambil tindakan serius guna menjaga integritas, kredibilitas, dan pelayanan ASN,” paparnya.

Namun, komisi tersebut juga dinilai tidak memiliki kuasa untuk memberikan sanksi atas rangkap jabatan yang dilakukan ASN. Oleh karena itu, Arief Poyuono menilai rangkap jabatan masih akan terus berlangsung. ”Praktik rangkap jabatan umunnya juga bukan karena minimnya sumber manusia, tetapi lebih karena utang jasa atau utang politik. Artinya, terdapat unsur politisasi dalam perekrutan PNS dengan status rangkap jabatan,” timpalnya.

Pada kondisi inilah, Ombudsman harus berperan. Ombudsman harus mendiskusikan hasil temuan yang terjadi di beberapa daerah. ”Dulu Ombudsman sudah merilis temuan 222 komisaris BUMN yang merangkap jabatan sebagai PNS. Nah ini harus ditindaklajuti kembali. Skema rangkap jabatan melampaui etika,” tegasnya.

Wakil Ketua Komisioner KASN Tasdik Kinanto mengatakan, pembahasan rangkap jabatan telah dilakukan hingga puluhan kali. Namun, faktanya rangkap jabatan masih terus berjalan. ”KASN berharap, ada upaya konkret dari pemerintah pusat dalam menentukan regulasi baru. Karena banyak sekali masukan ke kami dan mengkritisi kebijakan dobel job ini,” singkatnya.

Terpisah, Pengamat Hukum Tata Negara Yusdiyanto juga angkat bicara terkait hal ini. Yusdiyanto dalam Catatan Hukum “Pencalonan Sekdaprov Lampung sebagai Komisaris Utama” menjelaskan, beberapa contoh fenomena yang terjadi di daerah. Salah satuya penunjukan Fahrizal Darminto sebagai calon Komisaris Utama tidak menyalahi aturan, karena saham terbesar di Bank Lampung merupakan Pemprov Lampung.

Yusdiyanto juga menjelaskan kondisi ini dalam legal opinion untuk menjawab fenomenayang terjadi. Pertama bahwa Ketetapan No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa berisi perlunya mengaktualisasikan etika pemerintahan, menjunjung tinggi integritas berbangsa dan bernegara dengan mengedepankan nilai kejujuran dl.

Kedua, UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, memberikan makna istilah pejabat negara sebagai pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislatif, atau yudikatif, dan pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


Berita Terkait



add images