iklan KPU Arief Budiman saat hadir dalam Rapat Koordinasi Bidang Politik dan Pemerintahan Umum dan Deteksi Dini Mendukung Sukses Pilkada Serentak Tahun 2020 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kamis (27/2).
KPU Arief Budiman saat hadir dalam Rapat Koordinasi Bidang Politik dan Pemerintahan Umum dan Deteksi Dini Mendukung Sukses Pilkada Serentak Tahun 2020 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kamis (27/2). (Net)

Untuk itu, akhirnya KPU RI memutuskan Pilkada 2020 ditunda hingga satu tahun sehingga pelaksanaannya dilaksanakan pada September 2021.

Atas keputusan itu, akan ada banyak hal yang harus diubah. Misalnya sinkronisasi data pemilih karena jarak pelaksanaan Pilkada setahun maka akan mengubah jumlah pemilih.

“Lalu siapa yang berhak ikuti Pilkada di tahun 2020, ada pertanyaan apakah peserta yang sama diikutkan pada September 2021? Selain itu, akan lebih banyak daerah yang diisi pejabat dengan durasi masa jabatan yang lama,” katanya.

Karena itu menurut dia, KPU sudah memikirkan hal aturannya termasuk kemungkinan dikeluarkannya Perppu karena ketentuan pelaksanaan Pilkada 2020 pada September 2020 diatur dalam UU.

Dalam Pasal 201 ayat (6) UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa pemungutan suara serentak Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil pemilihan tahun 2015 dilaksanakan pada September 2020.

Direktur PusaKo Fakultas Hukum Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari menilai pemerintah sangat mungkin untuk mengeluarkan Perppu karena situasi genting. Berdasarkan Pasal 22 UUD 1945, Presiden berhak menerbitkan Perppu ikhwal kegentingan yang memaksa, dan ada tiga syarat dikeluarkannya Perppu seperti yang diatur dalam Putusan MK.

“Pertama, kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum. Dalam hal ini di Pasal 201 ayat 6 UU no 10 tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan Pilkada 2020 dilaksanakan pada September 2020 dan dikatakan (KPU) tidak bisa dijalankan namun KPU tidak bisa membuat UU (mengubah UU),” katanya dalam kesempatan yang sama.

Hal kedua, menurutnya, ada kekosongan hukum atau aturan dalam UU namun tidak menyelesaikan masalah. Dijelaskannya, dalam UU Pilkada tidak bisa menyelesaikan masalah bagaimana ketika bencana dengan waktu yang tidak pasti sehingga tidak ada yang jamin kapan bencana selesai.

Ketiga menurut Feri, kekosongan hukum tersebut tidak bisa membuat UU dengan prosedur biasa padahal kondisi saat ini mendesak sehingga perlu diselesaikan segera.

“Ketiga syarat itu memungkinkan pemerintah keluarkan ikhwal Perppu untuk selesaikan proses Pilkada,” ujarnya.

Dia menilai tidak memungkinkan mengubah aturan penyelenggaraan Pilkada 2020 dengan revisi UU Pilkada. Dikhawatirkan akan memakan waktu lama pembahasannya di DPR.

Menurut dia, tahapan Pilkada semakin dekat sehingga perlu kepastian hukum karena itu menerbitkan Perppu merupakan langkah tepat.

“Tidak ada rugi tunda Pilkada, tinggal keluarkan Perppu dan untuk membantu pemerintah maka KPU perlu proaktif dengan bantu kirim Daftar Inventarisir Masalah (DIM) agar Perppu bisa cepat,” katanya.

Feri mengusulkan agar ada salah satu pasal dalam Perppu tersebut yang menyebutkan bahwa tahapan Pilkada susulan dilakukan dua bulan setelah persoalan COVID-19 selesai atau waktu yang diperkirakan kapan Pilkada bisa dilaksanakan.(gw/fin)

 


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images