iklan Anggota keluarga korban virus corona berduka saat pemakaman di Jakarta Selasa (31/3).
Anggota keluarga korban virus corona berduka saat pemakaman di Jakarta Selasa (31/3). (Bay Ismoyo/AFP)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengatur tentang pedoman pengurusan jenazah yang meninggal dunia akibat virus Corona (COVID-19). Fatwa tersebut dibuat sebagai bentuk komitmen keagamaan dan ikhtiar dalam menangani, merawat sekaligus menanggulangi pandemik yang kini menyebar ke seluruh dunia.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am mengatakan dalam menjalankan pedoman tersebut ada tiga aspek yang harus diperhatikan. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan sesuai komitmen dan ikhtiar.

Yang pertama ketertundukan manusia untuk menyadari bahwa ini sebagai musibah, dan menjamin bagaimana tetap di dalam koridor untuk tetap tunduk terhadap aturan Allah SWT dengan meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan tetap melaksanakan ibadah.

Kedua adalah menjaga keselamatan diri, bahwa hal itu bagian dari tugas keagamaan dan kemanusiaan serta tugas penghambaan diri kepada Allah SWT. “Yang ke tiga adalah memastikan keselamatan orang lain dan juga proses-proses seperti perawatan, pengurusan jenazah harus sesuai ketentuan agama dan protokol kesehatan,” kata Asrorun Ni’am di Jakarta, Sabtu (4/4).

Secara substansi, Fatwa MUI Nomor 18 Tahun 2020 juga menyinggung mengenai hukum yang mengatur setiap muslim yang menjadi korban COVID -19, secara syari adalah syahid dan mendapatkan kemuliaan dan kehormatan dari Allah SWT. “Perlu dipahami bahwa setiap muslim yang menjadi korban Corona secara syari adalah syahid. Dia memiliki kemuliaan dan kehormatan di mata Allah SWT,” ungkap Asrorun.

Terkait pemakaman, lanjutnya, ada empat hal yang menjadi bagian dari hak jenazah yang harus ditunaikan oleh setiap muslim. Yaitu pemandian, pengkafanan, salat, dan penguburan jenazah dengan menerapkan protokol kesehatan tanpa meninggalkan ketentuan yang telah diatur agama.

“Pada proses pemandian jenazah dimungkinkan dengan proses pengucuran air ke seluruh tubuh. Jika tidak dimungkinkan bisa tayamum. Kalau tidak dimungkinkan lagi, dapat langsung dikafankan,” paparnya.

Proses pengkafanan, kata Asrorun, bisa dilakukan dengan melengkapi proteksi menggunakan plastik tidak tembus air. Kemudian diletakkan ke dalam dan proses disinfeksi yang dimungkinkan secara syar’i. Setelah itu, proses salat harus dipastikan bahwa tempat salat aman dan suci dari proses penularan. Minimal satu orang muslim.


Berita Terkait



add images