iklan Ilustrasi foto.
Ilustrasi foto. (hongkongfp)

Hasil pemeriksaan itu akan menentukan nasib. Ada tiga kemungkinan: harus karantina di rumah masing-masing, atau harus karantina di hotel yang sudah ditunjuk. Atau juga harus langsung masuk rumah sakit.

Setelah melalui proses itu, barulah bisa ke imigrasi. Untuk pemeriksaan paspor.

Sang ibu bernasib baik: kondisi badannyi dan anak-anaknyi sangat baik. Mereka dinyatakan harus masuk karantina di apartemen mereka sendiri.

Untuk itu dia mendapat dokumen ”lolos” dari bandara. Berarti boleh mengambil bagasi.

Tapi bukan berarti sudah bebas. Untuk pemegang dokumen warna itu dia harus masuk lorong antrean khusus. Yakni yang menuju bus yang sudah ditentukan. Yakni bus jurusan apartemen sang ibu. Tidak boleh pakai taksi atau pakai bus lain.

Tapi sebelum menuju bus khusus itu dia harus men-download Apps khusus. Yakni Apps laporan kesehatan. Dia harus mengisi daftar pertanyaan di Apps itu. Kondisi badannya harus selalu dilaporkan lewat ponselnya.

Sampailah sang ibu dan anak di dekat bus. Dia harus menjalani lagi pemeriksaan suhu badan. Lalu harus menunjukkan bahwa dia sudah memiliki Apps di ponselnyi.

Masih ada prosedur lain lagi. Dia hanya boleh mengarantina diri di apartemen sendiri kalau bisa memenuhi syarat ini: tetangga di apartemen itu mengizinkan. Yang dimaksud tetangga adalah komite penghuni apartemen (semacam pengurus) dan manajemen apartemen.

Kalau dua pihak itu tidak setuju mereka harus karantina di hotel. Ada dua pilihan hotel. Yang tarifnya 30 dolar dan yang 60 dolar. Itulah hotel yang sudah ditentukan. Agar pemerintah bisa mengawasi dengan ketat.

Sang ibu cukup pede untuk bisa diterima komite apartemen dan manajemenya. Itu karena sang ibu tinggal di apartemen yang penghuninya mayoritas orang asing.

Sebelum sang ibu naik bus, seorang petugas berpakaian ”astronaut” memeriksa paspor. Lalu mengambilnya. Paspor itu baru akan dikembalikan kalau hasil tes Covid-19 sudah keluar.

Tanpa menunggu pengembalian paspor sang ibu naik bus besar. Tidak tahu bus itu akan ke mana. Tidak semua penumpangnya di apartemen yang sama.

Satu jam kemudian tibalah bus besar itu di sebuah gelanggang olahraga. Sang ibu mengecek di mana lokasi itu. Dia pun tahu. Di sebuah distrik yang dia kenal.

Penumpang diminta turun dari bus. Tapi diperiksa dulu nomor penumpangnya. Lalu harus masuk ke dalam antrean di sport center itu. Sesuai dengan nomor dan warna kertas yang dia pegang.

Sang ibu masuk grup 1. Maka antrean masuk sport center itu pun harus di antrean 1.

Di dalam gelanggang olahraga disediakan tempat duduk yang bisa disandarkan. Agar mereka bisa istirahat. Ada juga pesawat tv dengan program video on demand.

Mereka harus lama sekali di situ. Untuk menunggu dipanggil satu persatu. Untuk menjalani tes Covid-19.

Petugas astronaut lantas membagikan selimut. Lalu mengantar roti yang ditaruh di kereta dorong. Jumlahnya tak terbatas. Dibagi juga susu impor dari Jerman. Sang ibu menaruh apresiasi tinggi atas susu itu. Orang asing di Tiongkok memang tidak biasa minum susu lokal. Dibagi juga masker dan air dalam botol.

Jam 20.30 (berarti sudah 7 jam setelah mendarat) namanyi dipanggil. Dua orang perawat berpakaian astronaut membawanyi ke belakang gedung. Yakni ke halaman yang dipasangi tenda.

Di situlah dilakukan tes Covid-19. Yakni dengan cara diambil cairan mukus yang ada di dalam hidung --dekat tenggorokan.

Selesai pengambilan mukus sang ibu kembali lagi ke kursi yang bisa disandarkan tadi. Saat inilah sang ibu waswas. Sambil lesehan di kursi ia membayangkan: jangan-jangan hasilnya positif. Jangan-jangan tertular saat di Amerika. Kalau sampai sang ibu positif, berarti akan dipisah dari dua anak kecilnyi.

Panjanglah bayangan sang ibu. Akan di mana anaknyi. Akan di mana pula dia. Bagaimana akan bisa berkomunikasi. Kalut.

Tapi dia juga kagum. Betapa banyak orang yang dites di Tiongkok ini. Beda sekali dengan di Amerika.

Bayangan itu membuat sang ibu tidak bisa tidur. Padahal sudah jam 00.30. Untungnya anak-anaknyi lelap di balik selimut tebal di kursi sandar itu.

Jam 02.30 terdengarlah pengumuman. Semua penumpang bus tadi dinyatakan negatif. Bukan main leganyi.

Mereka pun boleh siap-siap pulang. Baru siap-siapnya. Masih banyak dokumen yang harus diisi dan diperiksa. Termasuk dokumen pernyataan tidak akan keluar dari apartemen selama 14 hari.

Jam 04.30 barulah mereka bisa meninggalkan sport center.

Sang ibu akhirnya bisa tiba di apartemennya sendiri. Di Shanghai.

Tapi jam 9 pagi pintu kamarnyi sudah diketok. Petugas berpakaian astronaut melakukan pengukuran suhu badan. Begitu juga sore hari.

Begitulah ketatnya pemeriksaan di Tiongkok. Sejak dari dalam pesawat sampai tiba di rumah. Itulah mengapa Covid-19 cepat teratasi di sana.

Saat itu, pada tanggal itu, penumpang masih begitu bebasnya keluar masuk Indonesia.(Dahlan Iskan)


Sumber: www.disway.id

Berita Terkait



add images