iklan

Esensi utama implementasi model research based learning adalah dalam rangka membekali generasi abad 21 ini menguasai Four Cs sebagai investasi meraih masa depan. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka guru sebagai ujung tombak pembelajaran harus mampu merencanakan dan melaksanakan pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas tidak terlepas dari kepiawaian guru dalam meramu sajian perencanaan pembelajaran yang efektif. Proporsi perencanaan pembelajaran yang terukur sangat menetukan ketercapain tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran mesti didesain dengan memperhatikan sistematika langkah-langkah model pembelajaran yang digunakan.

Langkah-langkah model research based learning dikembangkan menggunakan model Joyce, Weil & Calhoun (2013) yang selanjutnya disinergikan dengan Permendikbud No. 22 Tahun 2016 tentang standar proses pendidikan yang meliputi kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Terdapat tujuh langkah model research based learning yang mesti dilakukan oleh praktisi pendidikan dimulai dari : 1) memahami dasar-dasar materi pokok; 2) merumuskan masalah; 3) melakukan tinjauan literatur; 4) merumuskan hipotesis; 5) merencanakan dan melaksanakan aktivitas riset; 6) melakukan analisis dan interpretasi data; 7) mempresentasikan hasil riset.

Memahami dasar-dasar materi pokok merupakan langkah awal model pembelajaran ini. Disini, guru harus mampu memainkan peranya untuk menghadirkan fenomena-fenomena menarik terkait materi yang akan dipelajari. Hal ini penting dilakukan untuk membangkitkan motivasi belajar siswa. Siswa tidak langsung dijejali dengan rumitnya sebuah materi, namun mencoba dibawa berimajinasi dengan realita sehari-hari. Sajian materi yang kontekstual menjadi syarat mengkonstruksi pengetahuan awal dalam diri siswa.

Berbekal pengetahuan awal yang cukup terkait materi yang akan dipelajari, maka saatnya guru memberikan ruang yang luas bagi siswa untuk meramu suatu permasalahan. Pemberian kesempatan untuk merumuskan masalah terkait materi yang akan dipelajari akan menstimulus rasa keingintahuan yang tinggi dalam diri siswa (Smith & Worsfold, 2011). Rasa keingintahuan siswa yang tinggi terhadap suatu materi inilah yang pada akhirnya menumbuhkan kebiasaan positif menggunakan creativity and innovation skills dalam dirinya.
Dari rasa keingintahuannya yang tinggi dalam merumuskan masalah, selanjutnya siswa dibimbing untuk membuka cakrawala berpikirnya dengan melakukan tinjauan literatur terhadap permasalahan yang akan dipecahkan. Di sini, siswa diberikan haknya dengan seluas-luasnya untuk menjelajah berbagai referensi yang relevan melalui berbagai aktivitas observasi. Observasi yang dimaksud tidak terbatas pada membaca referensi, namun menggunakan berbagai alat indera baik penglihatan, pendengaran dan lain-lain dalam rangka mengumpulkan informasi (Nur, 2009). Jelajah literatur dengan segala kemampuan literasi bertujuan untuk mencari dukungan fakta dan informasi dalam menentukan kerangka berpikir suatu permasalahan. Dengan demikian, jelajah literasi akan membuka cakrawala serta kreativitas berpikir siswa sehingga nuansa pembelajaran menjadi lebih bermakna.

Berbagai informasi, fakta, dan teori-teori yang diperoleh selama melakukan literasi berbagai referensi menjadi dasar yang kuat bagi siswa dalam berhipotesis. Rumusan hipotesis merupakan jawaban dari rumusan masalah terkait topik yang didasarkan pada landasan teoritis yang kuat yang bersumber dari berbagai referensi yang relevan (Sugiyono, 2010). Kemampuan siswa mengasosiasi hubungan antar variable dalam berhipotesis secara tidak langsung telah membudayakan creativity and innovation skills pada dirinya.

Hipotesis yang sudah dirumuskan selanjutnya akan diuji kebenarannya melaui aktivitas riset. Namun demikian, keberhasilan sebuah hasil riset tidak terlepas dari sebuah perencanaan riset yang baik. Merencanakan riset berarti mempersiapkan segala kebutuhan riset baik alat dan bahan maupun terkait pemahaman prosedur riset. Setelah perencanaan benar-benar matang, maka barulah dilanjutkan dengan melakukan aktivitas riset. Aktivitas riset didesain secara kolaboratif agar anggota kelompok saling aktif. Kolaboratif akan mendorong siswa saling produktif dan mengajarkan budaya untuk tidak saling diskriminatif. Berbagi tanggung jawab selama mengumpulkan data riset merupakan yang utama dan prinsip kerjasama adalah yang utama. Puspitasari dkk (2017) menegaskan bahwa kolaborasi selama aktivitas riset mampu menumbuhkan budaya kerjasama, saling berbagi dan menghargai antar sesama.


Berita Terkait



add images