iklan Imam Nahrawi.
Imam Nahrawi. (Net)

Kedua, gratifikasi Rp4,948 miliar sebagai tambahan operasional Menpora dari Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora 2015-2016 Lina Nur Hasanah. Uang digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit Imam, perjalanan ke Melbourne, pembayaran tiket Masuk F1 rombongan Kemenpora pada 19-20 Maret 2016, membayar acara buka puasa, membayar tagihan pakaian Imam, hingga membayar tagihan kartu kredit Ulum.

Ketiga, penerimaan gratifikasi sejumlah Rp2 miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah untuk merenovasi rumah pribadi Imam di Cipayung, Jakarta Timur, desain interior Hatice Boutique and Cafe di Kemang, desain asrama untuk santri, pendopo dan lapangan bulu tangkis di tanah seluas 3.022 meter persegi di Cipedak, Jagakarsa.

Keempat, gratifikasi sejumlah Rp1 miliar dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak Prima 2016-2017. Uang diserahkan pada Agustus 2018 melalui bantuan pebulutangkis Taufik Hidayat di rumah Taufik di Jalan Wijaya Kebayoran Baru.

Kelima, gratifikasi sebesar Rp400 juta dari Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017-2018 Supriyono sebagai uang honor untuk kegiatan Satlak Prima.

Terkait vonis tersebut, Imam tetap mengaku tak pernah menerima uang suap. Imam justru meminta aliran dana Rp 11,5 dari KONI ditelusuri sampai tuntas.

“Mohon izin, melanjutkan pengusutan Rp 11,5 miliar, kami mohon Yang Mulia ini tidak dibiarkan. Kami tentu harus mempertimbangkan untuk ini segera dibongkar ke akar-akarnya. Karena demi Allah saya tidak menerima Rp 11,5 miliar,” kata Imam menanggapi putusan hakim lewat sambungan video yang terhubung ke PN Tipikor.

Atas putusan hakim, Imam Nahrawi menyatakan pikir-pikir untuk mengajukan banding atau menerima.

“Kami maafkan JPU, pimpinan KPK, penyidik, penyelidik, kami tidak akan pernah lupakan apa yang terjadi. Terima kasih Yang Mulia, kami nyatakan pikir-pikir, agar Rp 11,5 miliar dana KONI ini bisa kita bongkar sama-sama. Beri kesempatan saya untuk melakukan perenungan sekaligus pendalaman sesuai dengan fakta-fakta persidangan,” kata Imam.

Sementara itu, pihak Jaksa Penutut Umum KPK juga menyatakan pikir-pikir.

Sebelum persidangan Samsul Huda, Kuasa hukum Imam Nahrawi meminta majelis hakim memberikan vonis bebas atas kliennya.

“Kami berharap majelis hakim memutuskan bebas atau lepas dari tuntutan, karena saudara mantan Menpora Imam Nahrawi tidak tahu menahu perkara yang didakwakan kepada yang bersangkutan,” kata Samsul Huda, Senin (29/6).

Samsul menegaskan bahwa semua tuduhan yang diberikan terhadap kliennya tidak terbukti.

“Memang semua tuduhan tidak terbukti. Dia hanya menjadi korban persekongkolan jahat pihak-pihak lain yang justru menjadi pelaku tindak pidana korupsi,” tambah Samsul.

Sedangkan Plt Juru bicara KPK Ali Fikri meminta hakim pengadilan Tipikor memberikan vonis maksimal sesuai tuntutan jaksa, yaitu 10 tahun penjara.

“KPK tentu berharap majelis hakim akan mempertimbangkan seluruh fakta-fakts hukum sebagaimana uraian analisis yuridis JPU KPK dalam tuntutannya dan kemudian menyatakan terdakwa bersalah dengan hukuman sebagaimana amar tuntutan JPU yang sudah dibacakan dan diserahkan di persidangan,” ucapnya.(gw/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images