iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (FIN)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Adanya dugaan korupsi terkait pengelolaan uang dan dana investasi di BPJS Ketenagakerjaan memantik sejumlah pihak. Kerugian yang diperkirakan mencapai Rp20 triliun ini memiliki kesamaan dengan kasus yang menimpa Asabri dan Jiwasraya.

Adanya dugaan mafia pasar modal ikut mencuat. Kasus yang saat ini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung, harus dibuka secara gamblang. Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) bereaksi keras.

Dalam keterangan resminya, ketiga skandal mega korupsi tersebut mempunyai kesamaan modus dan pelaku yang serupa. Modusnya adalah dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi.

Selain itu argumentasi dari semua pelaku seragam. Yaitu kerugian atas risiko bisnis. ASPEK mendukung Kejaksaan Agung untuk serius dan transparan dalam membongkar tuntas kasus tersebut.

Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat dalam keterangan persnya mengatakan, adanya dugaan mafia pasar modal pada tren melonjaknya laporan transaksi keuangan mencurigakan (LTKM) di pasar modal.

“Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang belum lama ini dirilis, menunjukkan sampai Desember 2020 lalu, transaksi mencurigakan di pasar modal menembus angka 443 kasus,” kata Sumirat, Senin (15/2).

Pemerintah melalui Kejaksaan Agung, Badan Pemeriksa Keuangan, PPATK dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perlu semaksimal mungkin menjalankan kewenangannya agar kejahatan yang patut diduga dilakukan oleh kelompok yang terorganisir di pasar modal ini tidak lagi terjadi.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga perlu memperkuat regulasi melalui perubahan undang undang yang terkait pasar modal, agar celah regulasi dapat diperbaiki.

Khusus terkait kasus BPJS Ketenagakerjaan, ini membuktikan bahwa Direksi BPJS Ketenagakerjaan selama ini telah gagal menjalankan amanah.

“Direksi BPJS Ketenagakerjaan wajib bertanggung jawab atas tidak terpenuhinya pelaksanaan tata kelola yang baik. Serta berakibat tidak terlindunginya kepentingan para pemangku kepentingan, dalam hal ini pekerja di Indonesia,” paparnya.

Sebelumnya, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah mengatakan, jika Kejagung menemukan dugaan kerugian negara mencapai Rp20 triliun dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi BPJS Ketenagakerjaan (TK).

Ia menyebut, jika angka Rp20 triliun masih bisa berubah. Alasannya. tim penyidik masih terus menghitung kerugian negara dari dugaan korupsi tersebut.

“Sementara ini dugaan nilai kerugian mencapai Rp20 triliun ya,” ujarnya. Ia melanjutkan, tim penyidik Kejagung telah meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian negara.

Menurutnya, kerguian puluhan miliar triliun tersebut bukan risiko bisnis. “Masa risiko bisnis sampai menyebabkan adanya kerugian negara Rp20 triliun,” tegasnya.

Terpisah, Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar-Lembaga BPJS Ketenagakerjaan Irvansyah Utoh Banja mengatakan pihaknya mengedepankan azas praduga tidak bersalah dan menghormati proses penyidikan.

Menurutnya, manajemen siap untuk memberikan keterangan dengan transparan. Hal ini untuk memastikan apakah pengelolaan investasi telah dijalankan sesuai tata kelola yang ditetapkan.

“BPJAMSOSTEK adalah badan hukum publik yang diawasi lembaga pengawas keuangan kredibel, antara lain DJSN, OJK, KPK, KAP, dan BPK, juga oleh Dewan Pengawas dan Satuan Pengawas Internal,” terangnya.

Pengelolaan dana mengacu pada instrumen dan batasan investasi yang ditetapkan PP No.99/2013 dan PP No.55/2015 serta beberapa Peraturan OJK. BPJAMSOSTEK juga memiliki aturan yang ketat terkait pemilihan mitra investasi dan selalu bekerja sama dengan mitra terbaik. (khf/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images