iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kejaksaan Agung terus memeriksa sejumlah saksi dalam dugaan tindak pidana korupsi dana investasi BPJS Ketenagakerjaan. Dalam penentuan tersangka, Kejagung juga tidak ingin terburu-buru.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer semua yang diperiksa masih berstatus sebagai saksi. Sejumlah saksi tersebut untuk mencari fakta hukum sekaligus mengumpulkan alat bukti. “Para saksi diperiksa untuk mencari fakta hukum dan mengumpulkan alat bukti,” katanya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono mengatakan jika pihaknya masih mencari bukti melawan hukum dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Hingga kemarin, Kejagung juga belum menetapkan satu tersabgka dalam kasus dugaan mega korupsi senilai RP20 triliun tersebut.

Menrurutnya, dalam menentukan kerugian negara, pihaknya telah menemukan adanya kerugian negara. Tetapi, untuk membuktikan apakah ada perbuatan melawan hukum, hal tersebut belum bisa dibuktikan.

Menurutnya, kerugian dalam bisnis itu memungkinkan untuk dapat terjadi. Hanya saja, tak selalu hal tersebut mengindikasikan terjadinya korupsi.

Soal belum adanya tersangka, ia mengaku tidak akan terburu-buru. Alasannya, dalam persidangan nanti, jangan sampai pihak yang telah ditetapkan tersangka bisa melenggang keluar karena putusan hakim yang berbeda pandangan.

“Masih kita dalami dan belum ada kesimpulan. Kalau sudah ditemukan pasti akan kami ekspose,” terangnya.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menggelar unjuk rasa dua hari berturut-turut. Presiden KPSI Said Iqbal menyampaikan, aksi akan dilakukan selama dua jam dari pukul 10.00 – 12.00 WIB.

Tidak hanya di Jakarta, aksi juga dilakukan serentak di 10 provinsi lain. “Dalam aksi nanti, kami meminta Kejaksaan Agung untuk terus melanjutkan penyelidikan terhadap dugaan korupsi di BPJS Ketenagakerjaan. Sekecil apapuin kalau ada temuan, harus dibawa ke persidangan,” kata Said Iqbal.

“Jangan hentikan penyidikan hanya dengan kalimat ini adalah resiko bisnis,” tegasnya. Apalagi, kerugian di BPJS Ketenagakerjaan terjadi selama 3 tahun. Ini bukan sekedar salah kelola, karena mana mungkin selama tiga tahun berurut-turut kesalahan dibiarkan?

KSPI, kata Said Iqbal, sudah mengirimkan surat ke Kejaksaan Agung agar sungguh-sungguh dalam menangani kasus ini. Surat juga ditembuskan ke Presiden Joko Widodo. “Kami percaya Presiden Jokowi akan memperhatikan dan mengambil tindakan terhadap indikasi korupsi di BPJS Ketenagakerjaan,” kata Said Iqbal.

Selain itu, KSPI meminta pihak terkait memanggil para direksi dan lembaga investasi untuk menggali keterangan. Termasuk mencekal para Direksi BPJS Ketenagakerjaan untuk tidak bepergian ke luar negeri.

“Kami juga meminta direksi untuk menghentikan dulu retorika tentang indikasi korupsi di BPJS Ketenagakerjaan, supaya tidak menjadi polemik yang semakin berkepanjangan,” lanjutnya.

“Kalau disebutkan dana buruh aman, pasti aman. Karena dana yang dikeloa BPJS cukup besar. Karena setiap bulan dana buruh masuk. Sehingga kalau ada dugaan korupsi sebesar Rp20 triliun memang kecil jika dibandingkan dengan dana BPJS yang mencapai 500 T. Sehingga tidak akan mengganggu keuangan secara keseluruhan,” katanya.

“Tetapi yang kita persoalkan adalah adanya potensi kerugian sebesar Rp20 triliun di BPJS Ketenagakerjaan. Buruh pasti akan bereaksi, karena ada uang mereka di sana,” pungkasnya. (khf/fin)


Berita Terkait



add images