iklan Ketua KPK Firli Bahuri.
Ketua KPK Firli Bahuri. (Iwan Tri Wahyudi/Fajar Indonesia Network)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi proyek infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulsel.

Ironisnya, Nurdin diketahui pernah menerima sejumlah penghargaan selama mengabdi sebagai penyelenggara negara. Salah satunya Bung Hatta Anticorruption Award (BHACA) yang diterima pada 2017 lalu.

Menanggapi itu, Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan seseorang yang pernah menerima penghargaan antikorupsi belum tentu tidak melakukan korupsi.

“Jangan berpikir bahwa setiap orang yang pernah menerima penghargaan tidak akan korupsi,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (28/2).

Menurutnya, sebuah penghargaan yang diterima oleh seseorang diberikan berdasarkan prestasi pada waktu tertentu.

Namun pada prinsipnya, kata Firli, korupsi disebabkan karena adanya kekuasaan dan kesempatan, serta rendahnya integritas individu yang terlibat dalam praktik tersebut.

“Karena korupsi adalah pertemuan antara kekuasaan dan kesempatan serta minimnya integritas,” imbuhnya.

Diketahui, KPK menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait pengadaan barang dan jasa, perizinan, dan pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun Anggaran 2020-2021.

Selain Nurdin Abdullah, KPK juga menetapkan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum (Sekdis PU) Pemprov Sulsel, Edy Rahmat dan Direktur PT Agung Perdana Bulukumba, Agung Sucipto sebagai tersangka.

Nurdin diduga menerima suap sebesar Rp2 miliar dari Agung. Selain itu dirinya juga diduga menerima gratifikasi dengan total nilai Rp3,4 miliar.

Suap diberikan agar Agung bisa mendapatkan kembali proyek yang diinginkannya di 2021.

Sebagai penerima, Nurdin dan Edy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara itu, selaku pemberi Agung disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. (riz/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images