iklan Presiden Jokowi dan para pebisnis Jepang yang tergabung dalam Japan External Trade Organization (JETRO) di Tokyo.
Presiden Jokowi dan para pebisnis Jepang yang tergabung dalam Japan External Trade Organization (JETRO) di Tokyo. (Yuya Shino/Reuters)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA- Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid dengan tegas menolak Peraturan Presiden (Perpres) nomor 10 tahun 2021 turunan dari Undang-undang Cipta Kerja yang membuka peluang investasi minuman keras (miras) di beberapa Provinsi. Jazilul menilai, Perpres itu bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45.

“Saya selaku Wakil Ketua MPR RI menolak keras Perpres Miras sebab itu bertentangan dengan nilai Pancasila dan tujuan bernegara, melindungi segenap tumpah darah Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Jazilul Senin (1/3).

Menurut dia, banyak kerusakan akibat miras dari pada manfaatnya. “Kita bukan bangsa pemabuk. Kita bangsa yang berketuhanan. Miras itu jalan setan, akan lebih besar kerusakannya daripada manfaatnya,” ujarnya.

Politikus PKB meminta agar pemerintah tidak bernafsu mendapat uang dari investasi, namun mencelakai kesehatan generasi muda.

“Kita sudah miskin, jangan dimiskinkan lagi dengan miras. Kita tahu Indonesia dalam krisis multidimensi, namun tolong jangan pertukaran kesehatan jiwa kita dengan nafsu mendapatkan uang dari investasi miras. Celaka menanti kita,” tandas dia.

Kebijakan Jokowi tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ini telah ditandatangani Presiden Joko Widodo dan mulai berlaku per tanggal 2 Februari 2021.

Dalam lampiran III Perpres 10/2021, pemerintah mengatur ada empat klasifikasi miras yang masuk dalam daftar bidang usaha dengan persyaratan tertentu.

Pertama, industri minuman keras mengandung alkohol. Kedua, minuman keras mengandung alkohol berbahan anggur.

Adapun keduanya mempunya persyaratan yakni untuk penanaman modal baru hanya dapat dilakukan di Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua dengan memperhatikan budaya serta kearifan lokal.

Ketiga, perdagangan eceran minuman keras dan beralkohol. Kempat, perdagangan eceran kaki lima minuman keras atau beralkohol. Namun, ada syaratnya yakni jaringan distribusi dan tempat harus disediakan secara khusus. (dal/fin). 


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images