iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAMBI - PT Bahana Karya Semesta (BKS) di Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun membangun tanggul di areal perkebunan sawit mereka. Bangunan itu berdampak terhadap 613 hektar sawah milik masyarakat 7 desa, yakni, Desa Baru, Lubuk Jering, Jernih, Semurung, Pematang Kabau hingga Desa Mentawai Baru.

Camat Air Hitam, Herjoni dalam rapat bersama Komisi II DPRD Provinsi Jambi bersama OPD terkait mengatakan, sawah masyarakat tidak bisa lagi digarap setelah pembangunan tanggul PT BKS.

"Jika sawah itu digarap maksimal, Sarolangun bisa swasembada beras," ujarnya.

Tanggul itu dibangun sekitar tahun 2017. Kini petani selalu gagal panen dan gagal tanam karena selalu terjadi banjir. "Itu dampak yang dirasakan sejak ada tanggul. Tanggulnya melebihi maksimal," kata Camat Air Hitam.

Kata Dia, Tanggul yang dibuat pihak perusahaan itu hanya menjaga agar sawit perusahaan tidak terendam. "Ini masyarakat yang jadi korban. Kalau di Lubuk Jering sudah sampai ke kantor desa," akunya (15/2) kemarin.

Tak hanya sawah, kebun warga juga terdampak. Ada juga aliran sungai yang dialirkan ke lokasi lain agar tidak ke mengalir ke kebun mereka. "Kita juga menemukan jika air di kebun sudah banyak, ditumpahkan ke masyarakat, gimana tidak terjadi banjir," kata Camat.

Dari 7 Desa itu, 31 ribu jiwa warga yang sangat merasakan dampak pembangunan Tanggul oleh PT BKS itu. "Kita harap masalah ini bisa cepat selesai," harapnya.

Sementara itu, Sekda Kabupaten Sarolangun Naser mengatakan, PT BKS terindikasi melakukan penanaman sawit melebihi HGU. "Kalau ada sanksi administrasi dan pindana, laporkan. Kalau administrasi tidak kuat. Provinsi dan Kabupaten harus kompak," tegasnya.

Dia menilai, memang banyak kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan pihak perusahaan. Tak hanya PT BKS saja. "Kita akan selesaikan satu per satu," janji Sekda.

Seharusnya, Tanggul yang dibangun oleh pihak perusahaan itu diekspos dulu ke pemerintah. "Pelanggaran yang dilakukan ini sangat merugikan masyarakat,” akunya.

Agus Rizal, Kadis Perkebunan Provinsi mengatakan, dalam AMDAL, perusahaan seharusnya membangun embung di lokasi 51 hektar. Dia minta pihak terkait melakukan pengecekan. "Ini harus dicek, 51 hektar itu ditanam sawit atau dibuat embung, kalau tidak, menyalahi AMDAL," katanya.

Pihak DLH Kabupaten Sarolangun, yang hadir dalam rapat itu mengatakan, pihaknya memang melakukan pengecelan ke lapangan, sawah-sawah masyarakat memang terendam. Untuk melakukan tindakan, pihaknya masih menunggu rekomendasi dari DLH provinsi Jambi.

"Kami masih menunggu, apa yang harus kami lakukan," ujarnya.
Ahmad, Staf Lingkungan PT BKS mengatakan, Tanggul itu sudah ada sejak take over. Bisa dimanfaatkan jika terjadi kebakaran. Dia menyebut banjir yang melanda 7 desa di Air Hitam itu bukan karean pembangunan Tanggul. Karena jarak sawah dan Tanggul itu sekitar 1 kilo meter.

"Di antara sawah dan Tanggul ada bentangan alam, ada yang sudah berubah pungsi. Di bentangan alam itu ada perubahan alam. Kami sangat menghormati kalau sawah terendam disebut karena Tanggul, tapi, kami harus melakukan kajian tekhnis," tegasnya.

Masih kata Ahmad, Tanggul itu dibangun untuk menahan laju air agar tidak masuk ke perkebunan dan tidak membanjiri di Desa. "Kalau hujan, air tidak keluar, kalau tidak ada tanggul, air pasti keluar," elaknya.

Sementara itu, Juanda, anggota Komisi II DPRD Provinsi Jambi mengatakan, permasalahan PT BKS sudah banyak. Tak hanya masalah tanggul, HGU-nya juga bermasalah.


Berita Terkait



add images