Idealnya, pelarangan sirop mesti dilakukan pertimbangan besar. Pada dasarnya, obat atau vitamin untuk anak dalam bentuk sirop itu punya kegunaan khusus. Meski tak bisa dikesampingkan kasus gagal ginjal akut dari Gambia.
Hanya saja, harus juga diketahui bahwa bahan dan merek untuk obat yang seperti di luar negeri itu tidak digunakan di Indonesia. Formulasi obat atau vitamin ke bentuk sirop bertujuan memudahkan penggunaan.
Selain mudah dicerna, efek bisa lebih cepat. Atas alasan itu, sirop sangat dibutuhkan untuk obat atau vitamin bagi anak dua tahun ke bawah. Kandungannya sudah diformulasikan menggunakan bahan (zat aktif) yang harus larut cepat.
Sementara obat dalam bentuk tablet, zat aktif yang digunakan memang diharuskan tidak langsung larut dalam tubuh. "Yang menjadi masalah pada obat atau vitamin dalam bentuk sirup itu memiliki pengotor. Inilah yang bisa berdampak buruk pada kesehatan," jelas Sekretaris Program Studi Profesi Apoteker, UMI, ini.
Pengotor ini diperoleh atau ada dalam obat atau vitamin bentuk sirop itu dari zat aktifnya. Meski jenis bahan sama, jika berasal dari pabrik berbeda, itu menjadi berisiko.
Misalnya, kemurnian bahan dari pabrik A 99 persen, dicampur dari pabrik B yang memiliki tingkat kemurnian lebih rendah. Itulah yang membuat obat atau vitamin berbentuk sirop, memiliki pengotor dan berbahaya bagi kesehatan.
"Tetapi saya rasa hingga saat ini hal itu sulit terjadi, karena BPOM sudah memiliki alat pengukur pengotor tersebut," katanya Hasra.
Dibanding dengan obat tablet yang dilarutkan, obat sirop masih diutamakan. Alasannya, tidak semua obat tablet bisa dilarutkan. Umumnya, tablet memiliki zat aktif yang tidak harus cepat larut dalam tubuh. Membutuhkan waktu berjam-jam. Sementara jika dilarutkan, lalu diminum, zat aktifnya langsung larut.(fahrisal/fajar)
Sumber: www.fajar.co.id