iklan

JAMBIUPDATE.CO,- Lembaga nirlaba Save the Children pada Sabtu, 16 Desember 2023, mengumumkan telah hilang kontak dengan staf mereka yang bertugas di Gaza di tengah gempuran militer Israel yang memborbardir wilayah tersebut. Direktur Save the Children cabang Palestina Jason Lee menulis di media sosial bahwa ini adalah waktu terlama terputusnya komunikasi (dengan staf mereka) di Gaza.

Lee menyatakan sudah hilang kontaknya dengan stafnya di Gaza selama 48 jam. Kondisi ini sekaligus menggambarkan kengerian di Gaza.

“Kami telah hilang kontak dengan tim kami dan mereka yang bertugas langsung di lapangan menyusul kengerian (di Gaza) sudah mencapai level baru,” kata Lee, yang digambarkannya sebagai hukuman kolektif.  

Israel memborbardir Jalur Gaza dari arah udara dan darat. Bukan hanya itu, Negeri Bintang Daud itu pun melakukan pengepungan sebagai balasan atas serangan lintas perbatasan oleh kelompok Hamas pada 7 Oktober 2023.  

Otoritas kesehatan di Gaza menyebut setidaknya 18.800 warga Palestina, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas. Sebanyak 51 ribu orang mengalami luka-luka akibat serangan Israel tersebut. Sedangkan korban tewas dari pihak Israel sekitar 1.200 orang. Lebih dari 130 orang masih disandera Hamas di Gaza.

Sedangkan Save the Children adalah LSM level internasional yang fokus pada nasib anak-anak di seluruh dunia, yang terperangkap dalam konflik bersenjata dan peperangan di negara-negara seperti Sudan dan Ukraina. Dampak konflik, perubahan iklim, Covid-19 dan naiknya harga bahan makanan serta bahan bakar telah membuat 783 juta orang di dunia tak tahu besok bisa makan atau tidak. Anak-anak pun punya hak untuk bertahan, mendapat perlindungan dan pendidikan meski di bawah kondisi yang mengancam.   

Dari 18.800 warga Palestina yang tewas, sekitar 6.387 adalah anak-anak. Angka itu melampaui jumlah tahunan anak-anak di dunia yang tewas di zona-zona konflik sejak 2019. Mereka yang selamat dari pengeboman dan operasi militer darat, kemungkinan bakal meninggal karena penyakit, kelaparan dan dehidrasi jika bantuan kemanusiaan terus-menerus dijadikan senjata. (*)


Sumber: tempo.co

Berita Terkait



add images