Amerika Serikat pekan ini mempublikasi detail kasus suap perusahaan yang diduga dilakukan terhadap sejumlah pejabat asing, termasuk dari Indonesia. SAP yakni sebuah perusahaan perangkat lunak global yang berbasis di Jerman, diduga setuju untuk membayar lebih dari AS$220 juta (Rp3,4 triliun) untuk menyelesaikan penyelidikan kasus suap tersebut.
Berdasarkan rilis Kementerian Kehakiman Amerika Serikat pada Rabu, 10 Januari 2024, SAP diduga melakukan suap kepada pejabat asing di Afrika Selatan dan Indonesia dengan cara memberikan uang tunai, transfer uang, sumbangan politik dan terkadang barang mewah. Penyelidikan dilakukan oleh Kementerian Kehakiman Amerika Serikat dan Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC).
Menurut dokumen pengadilan, SAP menandatangani perjanjian yang akan menunda penuntutannya selama tiga tahun. Perjanjian tersebut berarti jaksa setuju menghapus hukuman asalkan terdakwa memenuhi persyaratan tertentu. Di bawah perjanjian ini, dua tuduhan konspirasi berdasarkan Undang-Undang Praktik Korupsi Asing (FCPA) akan dibatalkan. SAP pun dituntut atas dua tuduhan menyangkut skema pembayaran suap kepada pejabat di Afrika Selatan, dan dugaan skema suapkepada pejabat di Indonesia.
“SAP diduga memberikan suap kepada pejabat di badan usaha milik negara di Afrika Selatan dan Indonesia untuk mendapatkan bisnis pemerintah yang berharga,” kata Asisten Jaksa Agung, Nicole M. Argentieri, dari Divisi Kriminal Kementerian Kehakiman Amerika Serikat.