Oleh : Dr. Nuraida Fitri Habi, S.Ag.,M.Ag
Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi ajang yang strategis untuk mengukur tingkat partisipasi dan kecerdasan politik masyarakat Indonesia.
Pilkada dinilai penting karena dampaknya yang langsung dirasakan oleh masyarakat setempat (lokal). Pemimpin yang terpilih memiliki peran besar dalam menentukan kebijakan, pembangunan, dan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.
Tahun 2024 ini pemungutan suara Pilkada serentak akan dilaksanakan 27 November 2024. Pilkada serentak akan diikuti sebanyak 37 Provinsi, 508 Kabupaten/ Kota. Provinsi Jambi sendiri akan menggelar 1 pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, 9 Bupati dan Wakil Bupati dan 2 pemlihan Walikota dan Wakil Walikota.
Pada dasarnya Pilkada Serentak 2024 adalah pengejawantahan nilai-nilai demokrasi hingga ke daerah. Rakyat memiliki hak untuk memilih pemimpin di tingkat daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota. Pemilihan ini menjadi bukti bahwa kedaulatan rakyat dijunjung tinggi dan rakyat dapat menentukan masa depan daerahnya.
Dengan memilih pemimpin daerah secara demokratis diharapkan lahir kepala daerah yang kompeten, berintegritas dan mampu meningkatkan kesejahteraan daerahnya.
Selain itu pemilihan kepala daerah secara demokratis diharapkan memperkuat akuntabilitas proses rekrutmen politik di daerah. Pemimpin daerah yang dipilih harus bertanggung jawab kepada rakyat atas kinerjanya.
Rakyat juga dapat mengawasi dan mengevaluasi kinerja pemimpin melalui berbagai mekanisme, seperti musyawarah daerah dan media massa.
Tak kalah pentingnya, pemilihan pemimpin daerah yang demokratis diharapkan dapat memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Melalui pesta demokrasi itu rakyat bisa belajar mengelola perbedaan pendapat dan pilihan politik.
Pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 dilandaskan pada berbagai dasar hukum yang kuat, mulai dari UUD 1945 hingga peraturan perundang-undangan turunannya. Hal ini bertujuan untuk memastikan penyelenggaraan Pilkada yang demokratis, adil, dan akuntabel.
Pasal 18 ayat (5) UUD RI 1945 menyebutkan bahwa Gubernur, Bupati, Walikota, dan wakilnya dipilih secara demokratis dalam pemilihan umum. Aturan lebih khusus Pilkada Serentak diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Soal tahapan, jadwal, dan program penyelenggaraan Pemilu 2024, termasuk Pilkada Serentak 2024 diatur dalam PKPU Nomor 2 Tahun 2024. Sementara, berbagai hal teknis terkait penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024, seperti pencalonan, kampanye, dan pemungutan suara diatur dalam PKPU lain.
Untuk pengawasannya telah keluarkan Peraturan Bawaslu Nomor 3 Tahun 2022 yang menetapkan pengawasan Pemilu 2024, termasuk Pilkada Serentak 2024.
Pemilu berjalan secara berkualitas adalah penyelenggara yang profesional, independen, dan kredibel. Independen artinya penyelenggara mampu menjaga jarak yang sama dengan berbagai aktor politik, baik yang sedang berkuasa mau pun yang tidak.
Selain itu, beberapa indikator yang lainnya adalah hak pilih bagi setiap warga negara yang memenuhi syarat, tingkat literasi (melek) politik masyarakat yang baik, partai dengan program yang kuat, kandidat dengan rekam jejak yang positif, peradilan pemilu yang cepat dan independen, konversi suara yang tepat, serta kompetisi yang fair.
Karena sebuah pemilihan umum selalu memiliki stakeholder yang harus bersinergi satu sama lain agar semua berjalan dengan baik. Stakeholder pemilu yaitu peserta pemilu baik pasangan calon mau pun perseorangan, media massa dengan berbagai kepentingannya, masyarakat pemilih, serta pemerintah baik pusat mau pun daerah, yang ke semuanya harus bersinergi dan saling mendukung.
Dalam rangka mewujudkan hal itu ada lima hal penting yang menjadi catatan Pemilu 2024 dan perlu diantisipasi dalam pilkada 2024.
Pertama, beban teknis dan tingkat keruwetan yang menyita tenaga dan berkontribusi pada masih tingginya korban penyelenggara pemilu yang jatuh sakit maupun meninggal dunia.
Kedua, masalah data pemilih tetap (DPT) yang masih menjadi sebagai isu krusial dan menyangkut jaminan terhadap penggunaan hak pilih warga negara.
Ketiga, praktik politik uang yang masih marak terjadi. Hal ini merupakan satu titik lemah demokrasi Indonesia hari ini, yang seyogyanya dalam Pilkada 2024 ada usaha komprehensif untuk menguranginya baik secara edukasi dari penyelenggara dan kesadaran dari peserta pilkada termasuk masyarakat.
Ke empat, masalah kredibilitas penyelenggara pemilu, mengingat KPU maupun Bawaslu secara kolektif, telah berulang kali mendapat sanksi etik. Salah satu titik krusial yang harus mendapat perhatian adalah kasus - kasus perubahan hasil perhitungan di tingkat PPK, pengelembungan suara di tingkat TPS harus menjadi perhatian ditingkat pengawasan.
Ke lima, maraknya praktik Politik Gentong Babi (Pork Barrel Politics) yang terselubung dalam program sosial seperti bantuan sosial dapat mendistorsi demokrasi dan menimbulkan persaingan politik yang tidak fair and equal.
Sejumlah catatan kritis tersebut tentu saja perlu dibenahi agar Pilkada Serentak 2024 dapat berlangsung sesuai asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil) sehingga bisa menghasilkan pemerintahan lokal yang sesuai dengan aspirasi masyarakat.
*Dosen Fakultas Syariah UIN STS Jambi dan Koordinator Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDi) Provinsi Jambi